Literasi Data, Kompetensi Era Digital

Febria Ramana

Sadar atau tidak. Kini, data sudah menjadi konsumsi hampir di semua bidang. Mulai dari olahraga, kesehatan, politik, bisnis, bahkan dunia hiburan telah menggunakan data sebagai basis perencanaan dan evaluasi.  

Mudahnya informasi diakses melalui telepon genggam membuat pengguna data pun kini beragam. Tidak terbatas hanya pada kalangan akademisi dan pemerintahan, tetapi juga para politisi hingga emak-emak. Teknologi membuat data dapat diakses dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja.

Mudah dan praktis. Tetapi kemudahan dan kepraktisan ini ternyata bisa menjadi boomerang saat pengguna data tidak memiliki literasi data yang baik. Penyebaran disinformasi dan salah evaluasi akan kerap terjadi. Apalagi jika kompetensi ini tidak dimiliki oleh pengambil kebijakan di negeri ini. Bak nahkoda yang gagal membaca kompas, kapal pun hilang arah di laut lepas.

Apa itu Literasi Data?

Literasi sebenarnya bukanlah hal baru di Indonesia. Program peningkatan literasi sudah berproses sejak zaman kemerdekaan. Akan tetapi, fokus pengembangan waktu itu terletak pada pemberantasan buta huruf yang mulai dicanangkan sekitar 14 Maret 1948. 

Program ini dilanjutkan hingga 2015. Pada tahun tersebut, pengentasan buta aksara di Indonesia akhirnya melebihi target.  Berdasarkan BPS, pada tahun tersebut, angka melek huruf Indonesia telah mencapai 95,22 persen. Oleh karena itu, fokus pemerintah pun beralih dari hanya sekadar baca tulis menjadi peningkatan literasi yang diadopsi survei Programme for International Student Assessment (PISA).

Sejak tahun 2016, kemendikbud menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai bagian dari implementasi permendikbud No.23 tahun 2015. Literasi dasar yang digencarkan adalah literasi baca-tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, dan literasi budaya dan kewargaan. Tidak cukup sampai disitu. Kemajuan zaman memaksa kemampuan kita harus terus beradaptasi. Pada awal 2018, menristekdikti menyebutkan salah satu dari 3 literasi baru yang diperlukan Indonesia menghadapi era revolusi industry 4.0 adalah literasi data.

Berdasarkan perusahaan riset dan penasihat di Amerika Serikat, Gartner, literasi data adalah kemampuan untuk membaca, menulis, dan mengkomunikasikan data sesuai konteks, termasuk memahami komponen dari data tersebut seperti sumber data, konsep definisi dan metodologi yang digunakan. 

Guna Literasi Data


Harvard Business Review menyatakan the sexiest job pada abad 21 ini adalah data scientist. Tentunya pekerjaan ini sangat dekat dengan literasi data. Akan tetapi, literasi data bukan berguna untuk mencari pekerjaan di era digital saja, kemampuan ini juga melekat dalam berbagai sisi kehidupan kita.
Contohnya, pada tahun politik sebelumnya, data layaknya senjata bagi politisi untuk menyerang politisi lainnya. Data dan statistik yang menunjukkan perbaikan diangkat oleh incumbent sebagai pencapaian, sedangkan data dan statistik yang menunjukkan kemerosotan diangkat oleh politisi lain sebagai kemunduran. Disinilah literasi data menjadi kompetensi yang diperlukan untuk menyaring mana data yang dikomunikasikan dengan benar atau tidak.

Bukan hanya saat pesta demokrasi, literasi data juga berkaitan dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi kehidupan para generasi digital di masa depan. Pencatatan keuangan yang mulai marak dilakukan oleh para milenial akibat terbukanya informasi keuangan dari financial advisor di media sosial, membuat data keuangan pribadi menjadi hal yang dekat dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, data tersebut akan menjadi sia-sia saat tidak adanya literasi data pada penggunanya.

Selain itu, literasi data saat ini sudah sangat ditekankan dalam pemerintahan, meskipun kompetensi yang dimiliki para pembuat kebijakan belum merata dan sempurna. Kemampuan menganalisis barisan data menjadi suatu informasi yang berguna dalam pembentukan kebijakan merupakan kemampuan dasar yang wajib dimiliki aparatur pemerintah. Banyaknya sumber data yang beredar di dunia digital harus mampu dimanfaatkan negara agar dapat terus bersaing dengan negara lain.

Beberapa ilustrasi di atas merupakan sedikit gambaran begitu eratnya kemampuan literasi data dalam kehidupan kita sehari-hari dan pemerintahan. Kini, literasi data tidak hanya penting bagi pengusaha dalam pengembangan bisnisnya, kemampuan ini juga sangat penting bagi politisi, pemerintah, hingga masyarakat untuk tetap bersaing di masa depan.

Butuh Dukungan Semua Pihak


Kompetensi literasi data di Indonesia masih jauh dari sempurna, tetapi urgensi memiliki kemampuan ini tidak lagi bisa diabaikan. Tidak berlebihan jika beberapa orang mengatakan Indonesia darurat literasi data. 

Dalam meningkatkan literasi data di pemerintahan, masih diperlukan sosialisasi dan koordinasi antar lembaga mengenai data dan statistik di Indonesia. Hal ini  telah diperkuat dengan perpres No.39 tahun 2019. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan semua ASN memahami setiap komponen data sehingga dapat mengkomunikasikannya dengan baik dan benar kepada masyarakat umum. 
Akan tetapi, literasi data tidak dapat ditularkan semudah membalikkan telapak tangan. Para penggerak pendidikan juga berperan penting dalam pengentasan buta data sejak dini. Literasi data harus mulai dikenalkan dalam pendidikan formal sekolah dasar dan dilanjutkan hingga menengah atas. Kolaborasi juga perlu didorong antara dunia pendidikan dan pembina data di Indonesia berdasarkan perpres No.39 tahun 2019.

Sementara itu, para akademisi juga dapat berperan menularkan “pandemi” darurat literasi data ini melalui tulisan dan narasi di forum ilmiah, media massa, maupun media sosial. Pemahaman mengenai pentingnya data dan membaca menjadi kunci peningkatan literasi data secara merata di Indonesia.

Tentunya beberapa hal di atas tetap membutuhkan waktu untuk meningkatkan kompetensi literasi data di semua kalangan masyarakat. Namun, perubahan terkadang tidak bisa selalu menunggu. Oleh karena itu, upaya tersebut perlu dilakukan sedini mungkin dan berkelanjutan untuk menyiapkan para pemuda bangsa memenangkan persaingan di masa depan.

*Febria Ramana, SST, Statistisi Badan Pusat Statistik Kab. Seluma