Krisis Intelektual Organik

M Aufal Fresky

Keheranan saya semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak; sebagian kaum terpelajar jebolan universitas sibuk memikirkan dirinya sendiri. Ya, orang-orang yang diharapkan menjadi tulang punggung bangsa justru tidak peka terhadap realitas sosial. Ironinya lagi, sebagian menggunakan kecerdasannya untuk mengelabui rakyat. 

Cocok kiranya jika mereka kita sebut sebagai intelektual individualis. Yakni sekumpulan orang-orang cerdas yang hanya berpikir bagaimana mengisi isi perutnya. Hanya berpikir bagaimana karir dan pangkatnya semakin menanjak. Bahkan ada pula yang menindas kaum pinggiran. Contohnya; lihat saja ulah sebagian pejabat yang  titelnya berderet-deret itu; mereka justru menjadikan kekuasaaanya sebagai sarana mengelabui rakyat kecil dan mengeruk kekayaaan negara dengan beragam cara.

Lagi-lagi, sampai saat ini saya masih mempertanyakan peran intelektual. Ada sebagian dari mereka yang benar-benar peduli. Ada juga yang apatis. Bahkan ada yang menjadi penipu kelas kakap. Sungguh beragam. Padahal yang kita butuhkan saat ini adalah hadirnya sebanyak mungkin intelektual organik. Apa itu intelektual organik?

Ringkasnya, intelektual organik adalah orang yang terdidik dan memiliki kesadaran penuh untuk turut serta memajukan dan membangun masyarakat, serta turut andil dalam memberikan solusi dari beragam persoalan yang terjadi. Saya mengartikan intelektual organik sebagai kumpulan orang yang cerdas, peka dan mampu membaca realitas sosial serta turut serta menjadi 'problem solver'. Artinya tidak hanya menjadi pengamat yang jago menganalisis, atau pun cekatan ketika memberi komentar terkait suatu persoalan. Intelektual organik lebih dari itu.

Intelektual organik adalah orang yang menjadi aktor penggerak sekaligus inisiator perbaikan. Mereka memanfaatkan ilmu dan pen getahuan yang dimilikinya untuk kemajuan bangsnya. Mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan orang banyak. Kejujuran dan integritasnya telah teruji. Karakter dan kepribadiannya sudah ditempa oleh berbagai keadaan. Pola pikirnya sudah matang. Daya juangnya tidak bisa diragukan lagi. Sayang, saat ini kita mengalami krisis intelektual organik. Kita kekurangan intelektual pendobrak yang mampu mencerahkan dan menjadi tauladan semia kalangan.

***

Muhammad Aufal F, Kolumnis