Kinerja Demokrasi Indonesia, Sudah Baikkah?

Infografis

15 September merupakan hari demokrasi internasional. Berdasarkan keputusan sekjen PBB, 15 September ditetapkan sebagai hari merayakan kemajuan demokrasi di berbagai belahan dunia; berbagai negara termasuk Indonesia yang sudah sejak merdeka menganut sistem pemerintahan demokrasi pancasila.

Tetapi, Sepertinya tidak banyak masyarakat kita yang tahu tentang peringatan hari demokrasi ini. Boro-boro hari peringatan demokrasi, kata demokrasi itu sendiri saja mungkin hanya sayup-sayup terdengar. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat dengan kondisi ekonomi menengah kebawah, ada urusan yang lebih penting daripada demokrasi. “ cari makan aja susah, ngapain mikirin demokrasi, toh orang-orang yang terpilih itu juga lupa dengan masyarakat kecil kalau sudah duduk di kursi dewan ”. Wajar sebenarnya, karena negara kita masih negara berkembang, pola pikir masyarakat masih seputar mengamankan perut sendiri. Ditambah lagi edukasi tentang demokrasi juga kurang.  Padahal, untuk lepas dari predikat negara berkembang, kita perlu melakukan pembangunan di segala urusan, termasuk urusan demokrasi.

Dalam kacamata statistik, gambaran kondisi demokrasi sendiri dapat dikuantitatifkan menjadi besaran angka yang disebut Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). Indeks ini merupakan indikator komposit yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), diukur berdasarkan 3 aspek yaitu , Aspek Kebebasan Sipil, Aspek Hak-hak Politik dan Aspek Lembaga Demokrasi . 3 aspek tersebut, didapatkan dari 11 variabel, dan 28 indikator demokrasi. Data untuk indikator-indikator ini adalah peristiwa/kejadian atau aturan yang mencerminkan kondisi demokrasi di provinsi, yang ditangkap melalui riviu surat kabar, riviu dokumen, Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara Mendalam terhadap sejumlah informan terpilih yang dianggap memiliki pengetahuan (well informed person) mengenai hal-hal tertentu di provinsi di mana mereka tinggal. Tingkat capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan 3 aspek, 11 variabel, dan 28 indikator demokrasi. Seperti angka indeks lainnya. Klasifikasi tingkat demokrasi dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni “baik” (indeks > 80), “sedang” (indeks 60–80), dan “buruk” (indeks < 60).

Lalu, bagaimana kondisi demokrasi di Indonesia? BPS mencatat tingkat kinerja demokrasi Indonesia tahun 2018 masih berada pada kategori “ sedang “ dengan nilai capaian sebesar 72,39 di tahun 2018. Artinya, kinerja demokrasi di Indonesia masih belum memuaskan. Agar capaiannya memuaskan, kinerja demokrasi harus ditingkatkan. Peningkatan kinerja demokrasi di Indonesia tentu tidak lepas dari peningkatan kinerja demokrasi di masing-masing provinsi, tak terkecuali Provinsi Bengkulu. Nah, sebelum merumuskan langkah strategis untuk meningkatkan kinerja demokrasi di Provinsi Bengkulu, kita lihat dulu bagaimana gambaran kinerja demokrasinya.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Bengkulu tahun 2018 mencapai angka 70,71, masih dalam kategori sedang. Tetapi, indeks ini mengalami penurunan 2,02 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan nilai indeks ini mengindikasikan turunnya kinerja demokrasi di provinsi Bengkulu. Apa saja yang menyebabkan penurunan itu? Dari ketiga aspek yang membentuk Indeks demokrasi di provinsi Bengkulu, sebenarnya hanya Aspek Kebebasan Sipil yang mengalami penurunan pada tahun 2018. Sedangkan Aspek Hak-Hak Politik dan Lembaga Demokrasi mengalami peningkatan. Akan tetapi,  Aspek kebebasan sipil dinilai paling berpengaruh dalam menentukan tinggi atau rendahnya Indeks Demokrasi Indonesia. 

Ada sepuluh indikator yang terkait dengan Aspek kebebasan sipil, 3 diantaranya mengalami penurunan. Pertama, ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah daerah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat. Angkanya turun 75 poin. Kedua, Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berpendapat. Angkanya turun sebesar 45,83 poin. Ketiga, Tindakan atau pernyataan pejabat Pemerintah yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat menjalankan ajaran agamanya. Angkanya turun dari 62,5 poin.  Menurunnya skor indicator terkait berarti menguatnya ancaman dalam hal kebebasan sipil.

Dua contoh peristiwa yang menyebabkan turunnya Aspek Kebebasan Sipil di Provinsi Bengkulu antara lain: 1. Adanya pernyataan aparat kepada kades untuk membayar zakat melalui BAZNAS (Rakyat Bengkulu, 23 September 2018); 2. Selama bulan Ramadhan 1439 Hijriah, Pemkab Lebong mewajibkan seluruh PNS yang beragama Islam mengenakan atribut sebagai muslim (Berita Rakyat Bengkulu, 18 Mei 2018). Peristiwa ini berkaitan dengan adanya tindakan dari pejabat pemerintah yang membatasi atau mengharuskan masyarakat menjalankan ajaran agamanya. Apabila dilihat dari kacamata demokrasi, peristiwa ini tentu bertentangan dengan prinsip demokrasi terutama aspek kebebasan sipil walaupun secara agama bertujuan mulia yaitu mengarahkan masyarakat melakukan ibadah.
IDI memang dirancang untuk menangkap denyut nadi demokrasi provinsi dalam tahun yang diukur. Indikator-indikatornya dimaksudkan untuk menangkap demokrasi sebagaimana tercermin pada kejadian sehari-hari. Sebagaimana denyut nadi, capaian provinsi dalam IDI bisa naik dan turun berdasarkan banyaknya “peristiwa-peristiwa” yang sesuai dengan demokrasi atau sebaliknya bertentangan dengan demokrasi. Oleh sebab itu, berdasarkan potret demokrasi yang dihasilkan dari Indeks Demokrasi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah masih punya PR yang tidak sedikit untuk urusan demokrasi. 

Mungkin, salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja demokrasi yaitu dengan peningkatan kualitas manusia sebagai pelaku demokrasi. Seberapa erat hubungan demokrasi dengan kualitas manusia? Ada banyak ukuran untuk menentukan kualitas manusia di suatu wilayah, yang paling mudah dan umum, kita bisa mengukur kualitas manusia dari pendidikannya. Semakin tinggi tingkat Pendidikan yang dicapai manusia tersebut, tentu pola pikirnya semakin bagus, sehingga kualitasnya diharapkan juga semakin bagus. Salah satu indicator pendidikan adalah Rata-rata lama sekolah.

Saya mencoba menguji keeratan hubungan antara demokrasi dan kualitas hidup manusia dalam hal pendidikan, dengan mengkorelasikan nilai Indeks Demokrasi Indonesia dengan variabel Rata-rata Lama sekolah. Hasilnya memang berkorelasi signifikan secara statistik. Berdasarkan hasil tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa jika ingin demokrasi baik, baguskan lah dulu kualitas pendidikan manusianya, yang diharapkan dapat membangun pola pikir yang baik. 

Sebagai gambaran, Rata-rata lama sekolah di Provinsi Bengkulu tahun 2018 sebesar 8.61. Artinya, rata-rata penduduk provinsi Bengkulu ini mengenyam pendidikan hanya 8 tahun-an saja. Setara dengan SMP tetapi tidak tamat. Bagaimana mau meningkatkan kinerja demokrasi jika pendidikan manusianya belum baik. Hal ini tentu menjadi salah  satu PR bagi Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk meningkatkan kinerja demokrasi melalui pendidikan.

Semoga peringatan hari demokrasi International di tanggal 15 September ini, bisa menjadi peringatan bagi kita semua bahwa kinerja demokrasi di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Hal-hal yang perlu dibenahi sebaiknya berawal dari tingkat wilayah paling kecil, sehingga perubahan menuju kebaikan dan kemajuan bisa dirasakan mulai dari bawah. (**)

Fatmasari DamayantiPenulis adalah ASN BPS Provinsi Bengkulu