Keutamaan Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

Ilustrasi

Tidak diragukan lagi bahwa dalam syariat Islam, selain puasa wajib di bulan Ramadhan, kaum Muslim pun diperintahkan untuk menjalankan ibadah puasa sunnah selama 6 hari di bulan Syawal. Puasa sunnah ini memiliki banyak keutamaan, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Qudsi, Allah subhanahu wata'alaberfirman:

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (قال الله عز وجل: كل عمل ابن آدم له إلا الصيام؛ فإنه لي وأنا أجزي به، والصيام جنّة، وإذا كان يوم صوم أحدكم فلا يرفث، ولا يصخب، فإن سابّه أحد أو قاتله فليقل: إني امرؤ صائم، والذي نفس محمد بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك، للصائم فرحتان يفرحهما: إذا أفطر فرح، وإذا لقي ربه فرح بصومه) رواه  ومسلم

 "Setiap amal manusia adalah untuk dirinya kecuali puasa, ia (puasa) adalah untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran dengan (amalan puasa itu)." Kemudian, Rasulullah melanjutkan, "Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dibandingkan wangi minyak kasturi .

Salah satu keutamaan puasa enam hari di bulan Syawal adalah pahalanya yang setara dengan puasa selama satu tahun. Anggapan ini memiliki dalil yang shahih.

من صام رمضان ثم أتبعه بست من شوال كان كصيام الدهر" رواه مسلم

“Barangsiapa yang telah melaksanakan puasa Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan berpuasa selama 6 (enam) hari pada bulan Syawal, maka dia (mendapatkan pahala) sebagaimana orang yang berpuasa selama satu tahun." 

Sebagian orang meragukan hadits berpuasa enam hari di bulan Syawal, akan tetapi keraguan itu terbantahkan oleh bukti-bukti periwayatan hadits. Perhatikan ungkapan Syekh Abdullah bin Abdul al-Bassam berikut.

“Hadits berpuasa enam hari di bulan Syawal merupakan hadits yang shahih, hadits ini memiliki periwayatan lain di luar hadits Muslim. Selain hadits Muslim yang meriwayatkan hadits berpuasa enam hari di bulan Syawal antara lain; Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi.” Oleh karena itulah Hadits berpuasa Enam hari di bulan Syawal ini tergolong hadits mutawatir.

Hukum berpuasa enam hari di bulan Syawal adalah sunnah yang baru boleh dilaksanakan mulai tanggal dua Syawal. Apabila melaksanakan puasa sunah enam hari ini pada tanggal satu Syawal maka hukumnya tidak sah dan haram. Dalam hadits disebutkan, dari Abu Sa'id al-Khudri, dia berkata,

عن عمر بن الخطاب وأبي هريرة وأبي سعيد رضي الله عنهم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن صوم يوم الفطر ويوم الأضحى

 “Nabi Muhammad Saw., melarang berpuasa pada dua hari raya; Idul Fitri dan Idul Adha.(maksudnya tanggal satu Syawal atau sepuluh bulan Dzulhijjah .  

Praktik berpuasa 6 hari di bulan Syawal sama dengan berpuasa di bulan Ramadhan, boleh bersahur dan berhenti sahur saat waktu imsak. Perbedaannya, pada saat melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal, boleh dilakukan secara berurutan atau berselang hari yang penting masih di bulan Syawal. Namun apabila merujuk pada firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 133, sebaiknya dilaksanakan sesegera mungkin.

  وسارعوا إلى مغفرة من ربكم وجنة عرضها السماوات والأرض أعدت للمتقين

Allah berfirman, “Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”.

Demikian saja sekilas tentang berpuasa enam hari di bulan Syawal. Ingat, tidak ada lagi hari raya selain Idul Fitri dan Idul Adha, jadi pembaca setelah melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal tak usah lagi merayakannya dan mengucapkan selamat hari raya.

Lafal Niat Puasa Syawal dan Ketentuan Waktunya

Niat merupakan salah satu rukun puasa dan ibadah lain pada umumnya. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa segala sesuatu itu bergantung pada niat. Saat niat, seseorang di dalam hati mesti menyatakan maksudnya (qashad), dalam hal ini berpuasa.

Di samping  qashad, seseorang juga menyebutkan status hukum wajib atau sunnah perihal ibadah yang akan dilakukan. Hal ini disebut ta’arrudh. Sedangkan hal lain yang mesti diingat saat niat adalah penyebutan nama ibadahnya (ta’yin).

Dalam konteks puasa sunnah Syawal, ulama berbeda pendapat perihal ta‘yin. Sebagian ulama menyatakan bahwa seseorang harus mengingat ‘puasa sunnah Syawwal’ saat niat di dalam batinnya. Sedangkan sebagian ulama lain menyatakan bahwa tidak wajib ta’yin. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami sebagai berikut.
 

(وْلُهُ نَعَمْ بَحَثَ إلَخْ (عِبَارَةُ الْمُغْنِي وَالنِّهَايَةِ وَالْأَسْنَى فَإِنْ قِيلَ قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ هَكَذَا أَطْلَقَهُ الْأَصْحَابُ وَيَنْبَغِي اشْتِرَاطُ التَّعْيِينِ فِي الصَّوْمِ الرَّاتِبِ كَعَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ وَأَيَّامِ الْبِيضِ وَسِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ كَرَوَاتِبِ الصَّلَاةِ أُجِيبُ بِأَنَّ الصَّوْمَ فِي الْأَيَّامِ الْمَذْكُورَةِ مُنْصَرِفٌ إلَيْهَا بَلْ لَوْ نَوَى بِهِ غَيْرَهَا حَصَلَ أَيْضًا كَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ ؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ وُجُودُ صَوْمٍ فِيهَا ا هـ زَادَ شَيْخُنَا وَبِهَذَا فَارَقَتْ رَوَاتِبَ الصَّلَوَاتِ ا ه


Artinya, “Perkataan ‘Tetapi mencari…’ merupakan ungkapan yang digunakan di Mughni, Nihayah, dan Asna. Bila ditanya, Imam An-Nawawi berkata di Al-Majmu‘, ‘Ini yang disebutkan secara mutlak oleh ulama Syafi’iyyah. Semestinya disyaratkan ta’yin (penyebutan nama puasa di niat) dalam puasa rawatib seperti puasa ‘Arafah, puasa Asyura, puasa bidh (13,14, 15 setiap bulan Hijriyah), dan puasa enam hari Syawal seperti ta’yin dalam shalat rawatib’. Jawabnya, puasa pada hari-hari tersebut sudah diatur berdasarkan waktunya.

 

Tetapi kalau seseorang berniat puasa lain di waktu-waktu tersebut, maka ia telah mendapat keutamaan sunah puasa rawatib tersebut. Hal ini serupa dengan shalat tahiyyatul masjid. Karena tujuan dari perintah puasa rawatib itu adalah pelaksanaan puasanya itu sendiri terlepas apa pun niat puasanya. Guru kami menambahkan, di sinilah bedanya puasa rawatib dan sembahyang rawatib,” (Lihat Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj)

Idealnya puasa sunah Syawal enam hari itu dilakukan persis setelah hari Raya Idhul Fithri, yakni pada 2-7 Syawal. Tetapi orang yang berpuasa di luar tanggal itu, sekalipun tidak berurutan, tetap mendapat keutamaan puasa Syawal seakan puasa wajib setahun penuh.

Bahkan orang yang mengqadha puasa atau menunaikan nadzar puasanya di bulan Syawal tetap mendapat keutamaan seperti mereka yang melakukan puasa sunah Syawal. Saking besarnya keutamaan puasa ini, seseorang yang berhalangan melaksanakannya di bulan Syawal, dianjurkan mengqadhanya di bulan lain. Demikian keterangan yang bisa kita dapatkan di kitab-kitab turats, di antaranya Nihayatuz Zain karya Syekh Nawawi al-Bantani.

Untuk memantapkan hati, ulama menganjurkan seseorang untuk melafalkan niatnya. Berikut ini lafal niat puasa Syawal.
 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى


Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ. Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah SWT.”

Adapun orang yang mendadak di pagi hari ingin mengamalkan sunnah puasa Syawal, diperbolehkan baginya berniat sejak ia berkehendak puasa sunnah saat itu juga. Karena kewajiban niat di malam hari hanya berlaku untuk puasa wajib. Untuk puasa sunnah, niat boleh dilakukan di siang hari sejauh yang bersangkutan belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak subuh.

Ia juga dianjurkan untuk melafalkan niat puasa Syawal di siang hari. Berikut ini lafalnya dalam bahasa Arab.
 

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى


Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ. Artinya, “Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah SWT.” Wallahu a’lam.

(Guslik An-Namiri/Alhafiz K)