Keputusan Tolak Eks Kombatan ISIS sudah Tepat

ilustrasi

Oleh : Ismail )*

Keputusan untuk menolak kepulangan eks combatan ISIS sudah tepat. Pasalnya, pemulangan WNI eks ISIS dapat meningkatkan potensi aksi teror dan memicu disintegrasi bangsa. Pemerintah kini tak perlu ragu lagi terkait hal ini.

Rencana kepulangan eks combatan ISIS ke Indonesia menjadi perbincangan yang cukup menarik. Pro kontra terkait keputusan pemerintah tak luput dari sorotan publik. Secara pribadi, saya termasuk yang menolak. Pasalnya, mereka sendiri telah memilih jalan ketika hendak kesana. Bahkan, sampai rela bakar paspor segala. Tentunya hal tersebut sudah dipikirkan matang-matang dong.

Namun, seiring waktu berlalu mereka nyatanya mau balik lagi ke Indonesia, kampung halaman mereka. Tapi, keadaan tidaklah sama. Status mereka saat ini ialah eks combatan ISIS. Yang notabene sudah ihwal dengan aneka bentuk kekerasan juga tindakan ekstrim kelompok yang mereka ikuti. Selain itu, kebiasaan juga tak mungkin hilang dengan mudah bukan?

Sebelumnya, media telah memberitakan bahwa ISIS mengalami kekalahan di Suriah. Mereka terpaksa mundur setelah diserang oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) di bulan Maret tahun 2019 lalu. Hal ini ditandai dengan jatuhnya pertahanan terakhir ISIS di Baghouz.

Sejak kejayaan hingga kejatuhan kelompok ISIS, terdapat sekitar 700 hingga 800-an WNI simpatisan ISIS di Suriah. Dari total keseluruhan tersebut, baru sekitar 200 orang yang telah. dipulangkan ke Indonesia. Sisanya, masih menunggu bantuan pemerintah agar dapat kembali ke Tanah Air.

Akan tetapi, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena, tidak ada yang memaksa mereka untuk pergi ke Suriah. Presiden Jokowi juga telah menegaskan bahwa kepulangan para WNI eks ISIS akan dilaksanakan apabila mereka berkomitmen untuk setia kepada Pancasila. Dan jika mereka tidak mau mengubah ideologi yang mereka anut, maka Indonesia dengan tegas akan menolak mereka.

Sementara itu, Pemerintah juga dikabarkan tengah mengkaji pemulangan sekitar 600-an Warga Negara Indonesia (WNI) yang pernah bergabung dengan kelompok radikal ISIS. Rencana tersebut ternyata menimbulkan berbagai penolakan dari warganet di Twitter yang menyerukan tagar #TolakEksWNIproISIS.

Kebanyakan dari mereka menolak kepulangan eks combatan ISIS karena alasan keamanan, selain itu mereka juga khawatir kepulangan mereka justru akan mempengaruhi warga lainnya. Mengingat, tak ada yang mampu menjamin jika mereka telah "sembuh" dari rutinitas menyimpang yang telah mereka geluti selama ini.

Jokowi sendiri telah menyatakan, bahwa ratusan WNI eks simpatisan ISIS yang telah membakar paspornya tak bisa kembali lagi ke Indonesia. Namun Jokowi memastikan ketentuan itu masih akan dibahas lagi dalam rapat terbatas bersama sejumlah kementerian.

Sejalan dengan para warganet, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan pemulangan ratusan WNI tersebut dinilai berpotensi menciptakan gangguan keamanan. Dirinya menyatakan ancaman keamanan datang bukan hanya dari ideologi radikalisme yang mereka anut. Namun juga sebagian dari mereka telah terlibat langsung dalam aktivitas ISIS.

Zainut berpendapat terkait wacana pemulangan 660 WNI eks ISIS perlu dikaji secara mendalam. Menurutnya, perlu adanya penelusuran terhadap profil setiap WNI eks ISIS sebelum dipulangkan. Kemudian Pemerintah perlu membagi para WNI tersebut ke tiga kelompok berdasarkan tingkat ancaman terhadap keamanan. Yang pertama yang sudah sadar, kedua yang masih terpapar, dan ketiga yang perlu mendapat perhatian khusus serta harus berurusan dengan hukum, imbuh Zainut.

Zainut kembali menegaskan, jika pihak Kemenag belum pernah menyatakan dukungan terhadap wacana pemulangan 600-an WNI eks ISIS. Dirinya juga membantah jika ada berita yang menyebut Menag Fachrul Razi mendukung ide itu.
Hingga kini lembaga Kemenag masih menerima masukan-masukan dari berbagai pihak. Hal tersebut dilakukan agar Kemenag mampu memberikan keputusan yang tepat berkenaan dengan pemulangan para WNI eks ISIS.

Pernyataan serupa juga diutarakan oleh Mahfud MD selaku Menko Polhukam, menyatakan pemerintah akan memutuskan apakah akan memulangkan atau tidak akan diputuskan pada bulan Mei tahun 2020. Keputusan tersebut ditengarai akan dikeluarkan langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Meski terdapat alasan kemanusiaan, tampaknya pemerintah tak perlu ragu menolak kepulangan mereka. Sebab, akan banyak komplikasi yang bisa terjadi. Yang utama tentunya alasan keamanan, toh tak ada yang menjamin mereka dapat berperilaku baik  setelah berada di tanah air. Membayangkan hidup bersama-sama orang-orang yang tanpa belas kasihan membunuh, menyiksa sesamanya tanpa pandang bulu saja sudah ngeri. Apalagi jika mereka betul-betul kambuh. Belum lagi jika mereka ternyata ingin membangun kekuatan di Indonesia, bukankah hal ini makin runyam ?

)* Penulis adalah pengamat sosial politik