Kenaikan BPJS: Kebutuhan atau Kepentingan?

Loviani Ayu Pertiwi

Oleh : Loviani Ayu Pertiwi, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu
 

Baru-baru ini Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2020. Padahal Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan kenaikan BPJS Kesehatan sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung shingga pembayaran iuran BPJS Kesehatan kembali seperti semula per 1 April 2020. Putusan Mahkamah Agung ini disambut dengan penuh kebahagiaan dari masyarakat karena mengurangi beban pengeluaran disaat pandemic corona yang sedang mewabah hingga saat ini.

Akan tetapi, kebahagiaan itu pun harus pupus kembali dengan keluarnya Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang menyebutkan tarif iuran BPJS Kesehatan akan dinaikkan kembali. Adapun berikut rincian tarif iuran BPJS Kesehatan berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Iuran peserta mandiri Kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000. Iuran peserta mandiri Kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000. Iuran peserta mandiri Kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

Tentu keadaan ini sungguh memprihatinkan karena saat ini Indonesia sedang dilanda musibah COVIS-19 yang mengakibatkan perekonomian masyarakat Indonesia mengalami penurunan. Kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan ini dinilai memberatkan bagi seluruh masyarakat Indonesia, karena untuk memenuhi kehidupan sehari-hari pun cukup sulit apalagi untuk membayar iuran BPJS Kesehatan yang sudah dinaikkan oleh Presiden Jokowi. Di sisi lain masyarakat juga membutuhkan BPJS Kesehatan demi menjamin kesehatannya.

Alasan presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan adalah untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program Jaminan Kesehatan, kebijakan pendanaan Jaminan Kesehatan, temasuk kebijakan iuran perlu disinergikan dengan kebijakan keuangan Negara secara  proporsional dan berkeadilan. Namun, haruskah kenaikan BPJS Kesehatan tersebut dilaksanakan pada saat maraknya wabah COVID-19 sekarang ini. Bukankah seharusnya Negara memberi perhatian dengan memberikan kemudahan agar dapat tercapainya kemakmuran dan kesejahteraa rakyatnya. Hak untuk mendapatkan kemakmuran dan kesejahteraan ini merupakan Hak Asasi Manusia dalam memperoleh kehidupan yang layak serta mendapatkan layanan kesehatan. Hal ini disebutkan dalam Pasal 28 H UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” yang telah diimplementasikan berkaitan dengan jaminan sosial yang terdapat dalam Pasal 41 Ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi “Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh”.

Benar, berkesinambungan program jaminan kesehatan dan kebijakan pendanaan jaminan kesehatan perlu disinergikan dengan kebijakan keuangan Negara. Akan tetapi, seharusnya Presiden Joko Widodo dapat lebih bijak dalam menentukan kapan dan pemikiran yang telah mendalam mengenai dikeluarkannya Peraturan Presiden berkenaan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini.

Sumber bacaan :
https://news.detik.com/berita/d-5013265/ini-alasan-jokowi-naikkan-iuran-bpjs-kesehatan-lagi/2
https://money.kompas.com/read/2020/05/14/134615526/drama-iuran-bpjs-kesehatan-naik-dibatalkan-ma-lalu-dinaikkan-lagi?page=all