Kemerdekaan Pers dan Pembatasannya

Kamsul Hasan

Bengkulutoday.com - Sebuah catatan Kamsul Hasan....

Bismillah. Senin malam besok (24 Juni 2019) , Insya Allah, bila tidak ada halangan saya akan memberikan materi tentang Kemerdekaan Pers dan Pembatasannya di Semarang, Jawa Tengah.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana menggelar kegiatan dengan para pengelola media.

Panitia berpesan, materinya meski yang inti soal penerapan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA), namun mengingat peserta dari berbagai platform media, perlu diperluas.

Salah satu soal perbedaan antara media massa yang berstatus pers dan non pers, seperti pengelola WA Grup dan grup lainnya pada media sosial. Selain itu ada juga peserta dari kalangan Humas dan polisi untuk menyamakan pemahaman.

Alhamdulillaah, materinya sudah selesai sekitar 110 slide. Mulai dari politik hukum Indonesia, sejak merdeka, rezim orde lama, orde baru dan sampai saat ini tetap Pancasila.

Pembahasan berlanjut tentang kemerdekaan menyatakan pendapat yang diatur Pasal 28 UUD NKRI 1945. Amandemen kedua UUD NKRI pada tahun 2000 yang membuat Pasal 28 yang semula tunggal menjadi 10 pasal tak luput dibahas.

Produk turunan dari Pasal 28 UUD 1945 baik naskah asli maupun hasil amandemen menjadi bahasan. Terutama kehadiran Pasal 28B dan Pasal 28J yang menjadi sumber hukum pembatasan.

Bila kemerdekaan pers gantungan hukumnya dari Pasal 28 UUD naskah asli dan pada hasil amandemen ada pada Pasal 28E dan Pasal 28F. Maka pembatasan selain Pasal 28B dan 28J ada juga Pasal 28D.

Pasal 28B membuahkan UU No. 23 tahun 2002 Jo. UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Indonesia yang meratifikasi konvensi hak anak (KHA) juga membuat UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Derajat UU ini luar biasa sehingga mengintervensi UU lainnya, termasuk UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Pasal 19 UU SPPA melarang media cetak maupun elektronik membuka identitas anak yang berhadapan dengan hukum.

Ancaman terhadap Pasal 19 diatur pada Pasal 97 dengan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta rupiah. Bukan cuma wartawan, UU SPPA juga mengancam penegak hukum yang melanggar peradilan restoratif.

(Kamsul Hasan adalah Pengurus PWI Pusat, merupakan tokoh pers dan pemikir pers)