Kanopi : RUU Minerba Hilangkan Esensi Otonomi Daerah

Vidcon Zoom

Bengkulutoday.com - Disahkannya UU Minerba membuat esensi otonomi daerah hilang karena dalam UU ini seluruh kebijakan terkait mineral dan batu bara ditarik ke pusat. Daerah hanya kebagian izin eksploitasi koral dan pasir.

Demikian salah satu topik yang mengemuka dalam diskusi virtual yang diinisiasi Kanopi Hijau Indonesia bersama dengan Akar Foundation dan LBH Respublica Bengkulu bertajuk Resentralisasi dan Penghisapan Sumber Daya Alam. 

Diskusi secara virtual yang diselenggarakan langsung atau live di laman FB Kanopi Bengkulu ini berdurasi selama 1 jam 10 menit.

Irvan Yudha Oktara, Direktur LBH Respublica mengatakan bahwa pembahasan RUU Minerba ini terkesan terburu-buru. Pembahasan RUU Minerba ini sudah dimulai sejak 2014 tapi dalam periode anggota DPR RI 2019-2024 pembahasan sangat cepat. RUU ini masuk dalam prolegnas tahun 2020 berdasarkan kesepakatan DPR RI dan pemerintah.

Proses penetapan UU ini dibahas dengan metode sprint atau buru-buru. Mulai Januari masuk prolegnas lalu pembahasan kurang lebih satu bulan membahas kemudian ketuk palu.

"Dari isu yang beredar bahwa RUU ini pesanan taipan pertambangan yang punya areal pertambangan mineral dan batu bara, karena prosesnya terlalu cepat atau terburu-buru," kata Irvan.

Erwin Basrin, Ketua Akar Foundation menilai banyak sekali kontradiksi dalam RUU ini. Misal dalam konteks ekonomi pada pasal 33 ada 3 ayat, pertama disebutkan azaz kekeluargaan. Padahal azaz kekeluargaan ini berbeda sesuai konteksnya. Konteks sosialisme ada komunalisme tapi kekeluargaan ada yang feodal.

"Negara sekarang melemah karena ditekan oleh sistem kapitalis yang akan banyak mengundang masalah," kata Erwin.

Namun menurutnya dalam konteks sistem, proses sentralisasi cepat melakukan kontrol. Dalam sistem ini yang salah adalah model dan proses. Di model lebih menekankan skala investasi sedangkan dalam proses tidak melibatkan stakeholder, elemen yang akan menerima dampak. 

Sementara Ketua Kanopi Hijau Indonesia Ali Akbar mengatakan dengan RUU Minerba ini masyarakat tidak bisa berharap banyak lagi dengan pemerintah daerah sementara dalam proses penghisapan Sumber Daya Alam (SDA) pembunuhan karakter komunitas semakin ekstrem.

 Saat ini menurutnya sebagian besar komunitas berada pada posisi pragmatis. Urusan mereka hanya bergantung pada untung rugi tanpa ideologi menyelamatkan ruang hidup.

Ali menilai pergerakan di masyarakat akan muncul secara masif bila mata pencahariannya terganggu.

Di akhir diskusi Irvan mengatakan bahwa mau tidak mau masyarakat harus masuk dalam proses pembuatan kebijakan, harus dikawal dan harus berbagi peran dalam konteks kepentingan bersama. 

Sedangkan Erwin mengatakan di generasi ke 4 HAM, unsur pelanggaran HAM bisa dilakukan negara, korporasi dan komunitas sub politik. Apa yang harus dilakukan untuk berhadapan dengan masyarakat berisiko adalah sistem tadi harus sampai ke komunitas dengan bahasa yang mudah dimengerti. Juga harus disampaikan ke komunitas tentang sistem bila sistem kapital itu mengeruk artinya menindas.