Kalimantan Tengah Berasap

Zulfikar Halim Lumintang

Di semester kedua Tahun 2019 ini, Indonesia digegerkan oleh bermacam-macam permasalahan. Salah satunya bencana kabut asap. Kabut asap yang terjadi disebabkan oleh adanya kebakaran lahan. Salah satu provinsi yang ikut terjangkit bencana kabut asap adalah Provinsi Kalimantan Tengah.

Kalimantan Tengah merupakan salah satu paru-paru Indonesia bahkan dunia. Hal itu dapat dimaklumi, karena luas areal hutan yang sangat melimpah. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah mencatat, pada tahun 2017 provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas hutan sebanyak 12,56 juta hektar. Angka tersebut menempatkan provinsi Kalimantan Tengah pada urutan kedua provinsi yang memiliki hutan terluas di Indonesia. Hanya berada di bawah Papua yang memang memiliki hutan paling luas di Indonesia dengan 40,55 juta hektar.

Dari 12,56 juta hektar luas hutan provinsi Kalimantan Tengah, 1,34 juta hektarnya merupakan kawasan hutan lindung. Angka tersebut setara dengan 10,70%. Sedangkan 11,22 juta hektarnya atau setara dengan 89,30% merupakan kawasan hutan produksi. Dengan jumlah hutan produksi yang sangat dominan, tentu saja banyak hasil hutan yang bisa diproduksi baik itu kayu maupun non kayu. Tentu bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika hutan Kalimantan Tengah terbakar, seperti yang saat ini terjadi. Sangat banyak dampak negatifnya yang akan menyusul.

Salah satu dampak buruknya sudah mulai terlihat, yaitu menurunnya tren PDRB Atas Dasar Harga Konstan subsektor kehutanan dan penebangan kayu dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018. Tercatat PDRB Atas Dasar Harga Konstan pada tahun 2015 subsektor kehutanan dan penebangan kayu di Kalimantan Tengah sebesar 1.157,3 miliar rupiah, kemudian menurun 37,2 miliar rupiah menjadi 1.120,1 miliar rupiah pada tahun 2016. Penurunan tersebut masih berlanjut pada tahun 2017 hingga mencapai 876,6 miliar rupiah.

Pada tahun Tahun 2017 penurunan PDRB Atas Dasar Harga Konstan subsektor kehutanan dan penebangan kayu Kalimantan Tengah bisa dibilang sangat signifikan karena menurun 243,5 miliar rupiah. Pun sama pada tahun 2018, PDRB Atas Dasar Harga Konstan kembali menurun 34,3 miliar rupiah menjadi 842,3 miliar rupiah. Penurunan dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 tersebut kemungkinan disebabkan terjadinya illegal logging komoditas kehutanan. Lalu bisa kita bayangkan berapa nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan subsektor kehutanan Kalimantan Tengah pada tahun 2019 nantinya. Tentu akan sangat berkurang karena adanya kebakaran hutan.

Kontribusi PDRB Harga Konstan subsektor kehutanan dan penebangaan kayu pada periode tahun 2015 hingga tahun 2018 secara otomatis juga mengalami pemerosotan yang cukup signifikan. Pada mulanya mencapai 1,47% pada tahun 2015, kemudian menurun menjadi 1,34% pada tahun 2016. Lalu berlanjut pada tahun 2017 menjadi 0,98% saja. Dan yang terakhir pada tahun 2018 kontribusinya hanya mencapai 0,89% saja terhadap keseluruhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kalimantan Tengah.

Banyak faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan Tengah. Salah satunya adalah hal sepele, yaitu puntung rokok yang dibuang sembarangan. Apalagi berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010, provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi yang memiliki perokok terbanyak di Indonesia. Tercatat sebanyak 43,2% penduduk laki-laki menyisihkan uangnya untuk mengkonsumsi rokok. Di tengah banyaknya hutan produksi yang membutuhkan pengelolaan dan pengolahan, pasti banyak juga para petani hutan yang merokok dan kemudian membuang puntung rokok mereka dengan sembarangan. Sehingga api dari rokok yang belum padam menyulut dedaunan dan pepohonan di sekitar hutan produksi.

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa tidak ada yang baik dari rokok, kecuali bagi pabrik rokok. Rokok juga masih menjadi kontributor utama yang menjerumuskan rumah tangga ke dalam jurang kemiskinan. Masyarakat sekitar hutan atau petani hutan di Kalimantan Tengah seharusnya juga menyadari hal tersebut. Karena lingkungan di sekitar mereka sangat penting perannya bagi dunia. Yaitu menjadi paru-paru dunia. Sehingga menjaga kelestarian lingkungan hidup di sekitar hutan akan berdampak positif bagi kehidupan anak cucu mereka di masa yang akan datang. Jadi kesehatan lingkungan dirawat dengan memulainya menjaga kesehatan diri sendiri, yaitu dengan tidak merokok. Sehingga harapannya, efek ikutan seperti kebakaran hutan tidak akan terjadi lagi.

Zulfikar Halim Lumintang, SSTpenulis merupakan Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.