Ini Jurus Jitu Cegah Hoax di Fase New Normal

Dedi Fahrudin GM RDK UIN jakarta

Bengkulutoday.com, JAKARTA - Ditengah adaptasi kebiasaan baru saat ini  kabar hoaks dan disinformasi yang beredar mengenai virus Covid  juga tak kalah berbahaya. Seluruh negara di dunia mengalami serangan hoaks tentang virus corona, tak terkecuali di Indonesia.

GM DNKTV UIN Jakarta, Dedi Fahrudin  mengistilahkan penyebaran hoaks di tengah pandemi ini sebagai infodemi. Ia menganggap, infodemi ini sangat berbahaya. Bahkan nyawa bisa jadi taruhannya.

"Contohnya saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengindikasikan obat corona adalah disinfektan. Orang-orang jadi meminum disinfektan. Itu kan berbahaya," kata Dedi saat diskusi virtual 'Jurus Jitu Cegah Hoax Di Fase New Normal, di Jakarta , Kamis (23/07/2020).

Menurut Dedi, situasi seperti ini hampir terjadi pada seluruh negara di dunia. Penyebabnya, mereka gagap menghadapi pandemi.

"Tidak ada satu pihak pun yang sanggup menghadapi pandemi ini sendirian," ujar Dedi.

Hal yang sama juga diutarakan Co-Founder Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Aribowo Sasmito. Ia menyebut situasi saat ini lebih berat dibanding saaat Pemilihan Presiden 2019 lalu.

Sebab selain kabar hoaks dan disinformasi, infodemi juga diramaikan dengan teori konspirasi yang beredar di tengah masyarakat. Bahkan, akibat teori konspirasi ini, tiang pemancar sinyal 5G di London, Inggris dibakar warga.

"Padahal enggak masuk akal gimana sinyal 5G bisa menyebarkan sesuatu yang organik, seperti virus?" kata Aribowo.

Sementara di Indonesia, penyebaran hoaks dan disinformasi berimbas kepada pengguna di media sosial. Banyak warganet justru lebih percaya akun medsos yang menyebarkan teori konspirasi dibanding pendapat para ahli. Padahal, kata Aribowo, pendapat ahli dan ilmuwan merupakan kunci bagi masyarakat melawan pandemi.

"Itu yang memperparah keadaan. Kita harus mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada ahli," tambah Aribowo.

Aribowo menambahkan maraknya peredaran hoax tersebut dikarenakan masyarakat atau bahkan pihak pihak yang mengerti justru menjadi pelaku hoaks karena tidak bisa menahan diri untuk memeriksa konten apa yang disampaikan.

"Sangat mudah sebenarnya untuk memeriksa konten di media sosial itu apakah hoaks atau bukan adalah jika ada kalimat sebarkan, viral patut dipertanyakan," ujarnya. (*)