Sumpah Pemuda adalah Narasi Kebangsaan yang Manusiawi

Yudha, Ketua HMI Cabang Bengkulu
Yudha, Ketua HMI Cabang Bengkulu

Sumpah Pemuda adalah Janji Kemanusiaan dan Kebangsaan. Bahwasanya perwujudan dari itu adalah Kesatuan dan Persatuan yang dinamis untuk mewujudkan masyarakat adil makmur. Bangunan politik, bangunan ekonomi, bangunan hukum, bangunan sosiokultur, tidak boleh jauh-jauh dari Prinsip Kemanusiaan dan Kebangsaan.

Kemanusiaan artinya komitmen memanusiakan manusia, berjanji untuk melakukan penyelamatan-penyelamatan kepada orang lain, minimal berjanji untuk tidak melukai orang lain. Dalam aspek dan konteks apapun komitmen itu haruslah menjadi semangat berkehidupan menjalankan perintah-perintah kebangsaan.

Dalam dinamika kebangsaan banyak sekali ketimpangan yang terjadi, bahkan dikalangan intelektual pun tidak jarang demikian. Ada proses berdemokrasi yang lalai akan prinsip-prinsip kemanusiaan. Demikian bukan karena tidak mengerti, namun sebab tidak memiliki komitmen kemanusiaan tersebut. Alhasil setiap orang saling menciptakan permusuhan-permusuhan, saling menciptakan penghianatan-penghianatan, bahkan yang lebih parah saling berbunuh-bunuhan.

Kita sebagai Umat Manusia dan Umat Bangsa tidak menginginkan hal seperti itu terus mengalir dalam darah Bangsa Indonesia ini. Kita menginginkan bangsa ini hidup dengan narasi-narasi kemanusiaannya. Dimana setiap orang hidup dengan pilihannya masing-masing, membangun peradaban dengan kualitas insan cita. Kita menginginkan bumi yang kaya kemanusiaan dengan keterbatasan-keterbatasannya.

Pemuda berfungsi sebagai pelaku narasi kebangsaan. Ia adalah elemen yang bisa diterima dengan berbagai kalangan oleh sebab dianggap sebagai insan pembelajar atau akademis. Potensi itu haruslah dimanfaatkan dengan sempurna agar pesan-pesan kemanusiaan bisa sampai ketelinga pendengar. Dalam proses pengaktualisasiannya haruslah ada alat yang harus dipakai. Yakni keobjektifitasan (melihat sesuatu dengan apa adanya), berfikir dan bersikap inklusif (terbuka dengan potensi kebenaran yang datang dari orang dan tempan lain), dan merdeka dari hal-hal yang membunuh kemanusiaan.

Demikian merupakan ajakan untuk merefleksikan kembali bagaimana 90 tahun lalu Sumpah Pemuda itu diikrarkan dengan semangat Kebangsaan yang Manusiawi. Tidak mengenal dikotomi indentitas-identitas untuk menentukan sikap bangsa, karena kemanusiaan tidak membatasi, karen kemanusiaan tidak mengurung ideologi. Intelektualitas tanpa kemanusiaan adalah pisau pembunuhan, dan kemanusiaan tanpa intelektualitas adalah kesempitan hidup. [**)

Penulis : Yudha (Ketua HMI Cabang Bengkulu)

NID Old
6667