Sektor Pertanian, Bantalan Resesi Perekonomian Bengkulu

Ibramsyah

Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris seharusnya mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber ekonomi maupun sebagai penopang pembangunan. Peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi sangat penting, karena sebagian besar anggota masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut. Struktur perekonomian Indonesia berdasarkan tinjauan makro-sektoral hingga tahun 1990-an masih agraris (Dumairy, 1996), namun sekarang sudah mulai berstruktur industri. Industrialisasi ini belum didukung oleh penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Hingga saat ini, sektor yang mampu menyerap tenaga kerja yang tinggi adalah sektor pertanian. 

Provinsi Bengkulu merupakan salah satu daerah dengan pola perekonomian yang bersifat agraris. Sebagai Provinsi yang tumbuh dan berkembang dari pertanian, Provinsi Bengkulu dilimpahi berkah kesuburan tanah yang dapat mendukung tumbuhnya berbagai macam tumbuhan. Selain itu, letaknya yang berbatasan dengan laut, dapat menghasilkan produk perikanan yang melimpah. Hal ini menjadikan pertanian sebagai tumpuan perekonomian Provinsi Bengkulu selama ini.

Sebagian besar masyarakat Provinsi Bengkulu menyandarkan hidupnya dari sektor pertanian. Terbukti, dari total 1.031.881 penduduk umur 15 tahun ke-atas yang bekerja, sebanyak 483.745 penduduk bekerja pada sektor pertanian (BPS Provinsi Bengkulu, Sakernas Agustus 2020). Angka ini mencapai 46,88 persen atau naik 2,23% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Agustus 2019). Hal ini berarti bahwa hampir separuh dari penduduk Provinsi Bengkulu umur 15 tahun ke atas bekerja di sektor pertanian serta telah terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor ini.

Pola perekonomian agraris Provinsi Bengkulu juga dapat dilihat dari tingginya kontribusi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sektor ini merupakan sektor yang memiliki share terbesar dalam pembentukan PDRB Provinsi. Bengkulu. Buktinya, pada 5 November 2020 yang lalu BPS Provinsi Bengkulu merelease “Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bengkulu Triwulan III-2020” di mana struktur perekonomian Provinsi Bengkulu masih didominasi oleh tiga lapangan usaha utama: Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (28,00 persen); Perdagangan Besar dan Eceran (14,31 persen); serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (10,18) persen. Bahkan, dari tahun 2015 hingga 2019 rata-rata kontribusi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan terhadap PDRB Provinsi Bengkulu sebesar 29,306 %. Dalam prioede yang sama, angka ini berada diatas angka nasional, di mana rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia secara nasional hanya sebesar 13,13 %. Sehingga, dapat kita katakan sektor pertanian merupakan sumber penghidupan utama sekaligus menjadi sektor unggulan bagi Provinsi Bengkulu.

Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk tetap fokus menjadikan sektor pertanian sebagai sasaran pembangunan. Salah satu upaya peningkatan pembangunan pertanian adalah upaya peningkatan kesejahteraan petani. Salah satu indikator proxy untuk mengukur tingkat kesejateraan petani adalah mengetahui besaran Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan ukuran untuk melihat kemampuan daya beli petani di daerah perdesaan NTP dihitung dari rasio harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayar petani. Konsep NTP secara sederhana menggambarkan daya beli dari pendapatan yang diperoleh petani. Nilai tukar petani dapat diartikan sebagai rasio antara penerimaan dari komoditas pertanian yang mampu dijual petani dan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi komoditas tersebut. Dari NTP ini, dapat diketahui tingkat profitabilitas suatu usaha tani. NTP turun berarti kenaikan harga produk pertanian yang dihasilkan petani lebih kecil dari kenaikan harga barang yang dibeli petani. NTP menurun mengindikasikan telah terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan petani dan sebaliknya.

Berdasarkan Data BPS Provinsi Bengkulu, bulan November 2020 NTP Provinsi Bengkulu sebesar 119,86 atau naik 1,48 persen dibanding NTP bulan sebelumnya yang sebesar 118,11. Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 1,98 persen, dan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) naik lebih rendah sebesar 0,49 persen. Pencapaian NTP ini merupakan pencapaiaan tertinggi semenjak Januari 2020. 

Kenaikan NTP November 2020 dipengaruhi oleh naiknya NTP di tiga subsektor pertanian, yaitu NTP Subsektor Hortikultura sebesar 1,56 persen, Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 2,27 persen dan dan Subsektor Perikanan sebesar 0,04 persen. Sementara itu, NTP pada Subsektor Tanaman Pangan dan Subsektor Peternakan mengalami penurunan.  Meskipun demikian, secara keseluruhan selama Januari hingga November 2020, pencapaian NTP Provinsi Bengkulu khususnya pada enam bulan terakhir cenderung mengalami trend yang positif. Namun, Di Februari hingga Mei 2020 mengalami kontraksi (puncaknya Mei 2020, NTP Bengkulu turun menjadi 106,72). Kemudian, semenjak Juni hingga November 2020 NTP Provinsi. Bengkulu terus secara konsisten mengalami peningkatan dengan pencapaian NTP tertinggi pada bulan November 2020 sebesar 119,86. Konsistensi peningkatan NTP dalam enam bulan terakhir, telah membuktikan bahwa dalam kondisi sulit di masa pandemi Covid-19 kesejahteraan ataupun daya beli petani justru perlahan meningkat. Tentunya, konsitensi peningkatan kesejahteraan petani ini diharapkan dapat berimbas secara langsung pada peningkatan “Kue Ekonomi” yang dihasilkan dari sektor pertanian serta dapat menjadikan sektor pertanian ini sebagai bantalan dan andalan dalam menghadapi resesi perekonomian.

Oleh sebab itu, peran pemerintah sangat diperlukan khususnya pada peningkatan kesejahteraan petani. Peran pemerintah diharapkan bukan hanya sebegai validator, namun juga regulator serta distributor. Peran pemerintah sebagai regulator adalah untuk meregulasi alur perdagangan hasil pertanian, yakni pemerintah menjadi pembeli sekaligus pemberi kebijakan mengenai harga. Pemerintah mengedepankan asas kesejahteraan bagi petani dengan membeli hasil panen dengan harga mahal sehingga dapat meningkatkan NTP. Selanjutnya, peran pemerintah adalah sebagai distributor yang akan menampung hasil panen lokal masyarakat sekitar dan menjualnya secara langsung melalui koperasi hasil tani yang tersebar di lingkungan masyarakat. Selain itu, dalam mewujudkan kualitas hasil panen yang lebih baik, pemerintah juga dapat berperan pula sebagai fasilitator untuk mengedukasi petani dalam mewujudkan sektor pertanian yang lebih eco-healthy serta menyediakan bibit unggul serta pupuk yang dapat dijual dengan harga murah ke petani melalui koperasi hasil tani. Sistem seperti ini dapat menekan biaya produksi dan mengurangi adanya mekanisme pasar oleh oknum tertentu. Sehingga, harapan peningkatan kesejahteraan petani yang berkelanjutan dapat terwujud dan kemudian dapat memberikan efek positif bagi pertumbuhan perekonomian Provinsi Bengkulu dan bahkan bagi perekonomian Indonesia.

Oleh: Ibramsyah, SST(Statistisi Ahli Pertama, BPS Kota Bengkulu, tinggal di Panorama Kota Bengkulu)