PIK PPD Bengkulu Kecam Bupati Solok Selatan yang Batalkan Kelulusan CPNS Penyandang Disabilitas

Pusat Informasi dan Konsultasi Perempuan Penyandang Disabilitas Bengkulu saat menyampaikan pernyataan sikapnya dihadapan wartawan

Bengkulutoday.com - Pusat Informasi dan Konsultasi Perempuan Penyandang Disabilitas (PIK PPD) Bengkulu bersuara, atas ketidakadilan bagi penyandang disabilitas di Kota Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Seperti diketahui, seorang penyandang disabilitas, Dokter Gigi Romi Syofpa Ismael dibatalkan kelulusan CPNSnya karena alasan kondisi disabilitas. drg Romi Syofpa Ismael juga diketahui peraih peringat 1 dalam tes seleksi CPNS pengadaan tahun 2018 lalu di Kabupaten Solok. Dia lulus dengan hasil sangat memuaskan. Namun Pemkab Solok Selatan membatalkan kelulusannya tersebut.

"Itu melanggar ketentuan Pasal 45 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU Penyandang Disabilitas). Dalam pasal itu disebut bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin proses rekruitmen, penerimaan, pelatihan kerja, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan pengembang karier yang adil dan tanpa diskriminasi kepada penyandang disabilitas," jelas Irna Riza Yuliastuti, Kepala PIK PPD Bengkulu, dalam konferensi persnya di Bengkulu, Kamis (1/8/2019).

"Atas kesalahannya tersebut, Bupati Solok Selatan sudah seharusnya mencabut pembatalan tersebut, terlebih mengingat Dokter Gigi Romi sudah lulus dari seleksi yang ditentukan dan sudah 2 tahun bekerja sebagai Dokter Gigi honorer di Puskesmas Talunan, Kabupaten Solok Selatan," terang Riza.

Kecaman tersebut sebagai bentuk pergerakan anti diskriminasi terhadap penyandang disabilitas, dimana selama ini penyandang disabilitas tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat.

"Pemerintah Kabupaten Solok Selatan harus mendahulukan berbagai upaya dalam penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM dibandingkan dengan syarat administratif yang diskkriminatif," kata Riza.

Menurutnya, tindakan pembatalan kelulusan Dokter Romi tersebut dapat dikategorikan sebagai upaya menghalangi-halangi hak pekerjaan bagi penyandang disabilitas yang diatur dalam pasal 11 UU penyandang disabilitas. 

Oleh karena, tindakan tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 145 UU Penyandang Disabilitas dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 200. 000.000 (dua ratus juga rupiah). Ancaman Pidana tersebut dapat ditunjukan kepada pejabat yang paling bertanggung jawab dari keputusan pembatalan kelulusan Dokter Gigi Romi, yaitu Bupati Solok Selatan .

"Tindakan diskriminatif dalam pembatalan kelulusan Dokter Gigi Romi juga dipengaruhi oleh sistem penerimaan CPNS yang saat ini di berlakukan. Kebijakan formasi khusus disabilitas dalam CPNS melahirkan implementasi yang tidak adil karena seolah peserta CPNS penyandang disabilitas hanya di perkenankan untuk mendaftar dalam kelompok formasi penyandang disabilitas saja, tidak diperkenankan untuk masuk dalam formasi lain seperti kelompok cum laude , kelompok formasi putra/putri papua , atau kelompok formasi umum. Padahal seharusnya , pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam proses CPNS adalah dalam hal penyediaan aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi peserta CPNS penyandang disabilitas dalam melaksanajab rangkaian seleksi yang sudah di tetapkan," ungkapnya. 

Tindakan pembatalan kelulusan Dokter Gigi Romi juga kontraproduktif dalam upaya pemenuhi kewajiban pemerintah daerah untuk memperkerjakan penyandang disabilitas sebanyak 2 persen dari keseluruhan PNS di wilayahnya, sesuai dengan Pasal 53 ayat 1 (1) UU Penyandang Disabilitas .

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Pokja Implementasi UU penyandang disabilitas mendesak agar :

  1. Pemerintah Daerah Solok Selatan , Provinsi Sumatera Barat , untuk mencabut pembatalan Kelulusan CPNS atas nama Romi Syofpa Ismael dalam waktu sebelum 2 Agustus 2019 .
  2. Pemerintah menghapus kelompok formasi penyandang disabilitas dalam proses CPNS, khususnya yang akan di laksanakan pada 2019 dan seterusnya
  3. Pemerintah menghapus syarat sehat jasmani dan rohani sebagai dasar seleksi bagi CPNS , serta tidak mengkategorikan disabilitas sebagai penyakit sehingga di anggap tidak sehat jasmani dan rohani 
  4. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan aksesibilitasi dan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas yang mengikuti  CPNS di manapun dan formasi apapun , sehingga tidak ada lagi Kementerian/Lembaga atau Organisasi pemerintah daerah yang menolak memperkerjakan seseorang dengan alasan disabilitas.

Dalam pernyataan persnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin menyatakan penyandang disabilitas punya porsi 2 persen dalam penerimaan CPNS. Syafruddin akan memberi peringatan ke pemerintah kabupaten Solok soal drg Romi Syofpa Ismael. 

"Tergantung pemerintah daerahnya ya, jadi walaupun sudah lolos recruitment Pemerintah daerah harus mengajukan (SK)," kata Syafruddin, Selasa (30/7/2019), dikutip dari Detik.com.

"Oleh karena itu yang bermasalah, yang sudah merasa lolos dan sebagainya artinya nilainya memenuhi target kemudian tidak diajukan, kita akan warning pemerintah daerah untuk mengajukan untuk SK-nya," ujarnya.

Karena itu, Syafruddin menegaskan drg Romi bisa saja lanjut. "Bisa saja, nanti kita lihat masalahnya ada dimana," tuturnya.

Persoalan drg Romi ini bermula dari pencoretan namanya oleh Bupati Solok Selatan, Sumatera Barat (Sumbar) sehingga dia gagal menjadi PNS, padahal dia meraih ranking ke 1.

Romi bersama kuasa hukumnya dari LBH Padang kini sedang menyiapkan berkas gugatan ke PTUN. Mereka menggugat Pemda Kabupaten Solok Selatan, karena telah menganulir status kelulusan Dokter Romi sebagai CPNS. Selain perdata, Romi juga berencana menggugat secara pidana.

Selain itu, Romi juga telah berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise. Pengaduan dalam bentuk surat dilakukan untuk memperjuangkan haknya sebagai warga negara.

Terkait kasus pembatalan drg Romi tersebut, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan Sumatera Barat sudah mengirimkan surat ke Kemenpan RB untuk membuka jalur khusus penerimaan CPNS bagi dokter Romi.

"Kemarin sudah kita kirim surat pengusulan untuk penerimaan jalur khusus bagi dokter Romi ke Panselnas," kata Sekda Solok Selatan, Yulian Efi, Kamis (1/8/2019), dikutip dari Kompas.com.

Yulian menyebutkan ada dua alternatif untuk pengangkatan CPNS dokter Romi yaitu jalur khusus 2018 atau pembukaan formasi dokter gigi untuk disabilitas tahun 2019 ini.

Untuk jalur khusus, menurut Yulian diusulkan karena ada satu formasi bagi disabilitas yang belum terisi sehingga Pemkab Solok Selatan mengusulkan satu formasi itu untuk dokter Romi ke Kemenpan RB. "Jalur khusus ini sudah kita usulkan dan kita menunggu keputusannya dari Panselnas Kemenpan RB," katanya. Sementara untuk tahun 2019 ini, pihaknya mengusulkan dua formasi dokter gigi untuk disabilitas sehingga bisa menampung drg Romi jika jalur khusus tidak bisa. Yulian berharap salah satu opsi yang diusulkan bisa diterima oleh Panselnas Kemenpan RB sehingga polemik dokter Romi bisa diselesaikan. "Ini tergantung dari Panselnas mana yang akan disetujui. Kita masih menunggunya," kata Yulian.

drg Romi Syofpa Ismael sendiri telah mengadu kepada Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo di Jakarta pada Rabu (31/7/2019) lalu. Dia mengadu ke Mendagri untuk meminta keadialan atas haknya yang seharusnya lulus sebagai CPNS di Kabupaten Solok Selatan.

(Bis/WS)