Perwira Polri Bertas Ransel, Kepergok Bagikan Proposal

Ipda Dwiyanto dan proposalnya

Tak lama lagi lebaran Idul Fitri 1441 Hijriah. Tersiar kabar, ada perwira polisi sering terlihat membawa tas ransel, mendatangi rumah-rumah warga, hingga ke kantor-kantor untuk menyodorkan proposal. Wartawan lantas menelusuri jejak polisi tersebut.

Penulis: Benni Hidayat

HUJAN mengguyur Kota Bengkulu, sejak Rabu (20/5/2020) dinihari. Hujan baru reda siang, sekitar pukul 13.30 WIB, tiba-tiba dapat kabar ada perwira polisi, yang selalu membawa tas ransel, diduga berisi banyak proposal.
Saya coba menelusuri polisi satu ini, jelas curiga apa yang dilakukannya dengan proposal-proposal itu. Handphoneku berbunyi, ada pesan WhatsApp.

Beberapa foto masuk, di dalam gambar foto itu saya merasa kenal dengan polisi ini.

Hmm, tambah penasaran. Saya minta teman untuk memancing polisi ini ketemu, agar penelusuranku tak diketahui polisi tersebut.

Sosok polisi itu, terus saya cari informasinya. Bahkan saya tahu proposal itu digunakan untuk apa. Sehingga makin semangat saya menelusurinya.

Saya dapat namanya, Ipda Dwiyanto pria asli Klaten Jawa Tengah. Termonitor, dia bertugas di Sabhara Polres Bengkulu. Pancingan temanku berhasil, polisi itu mau diajak ketemu malam habis salat Isya.

Sempat 30 menit menunggu, polisi berpangkat satu balok itu datang, sembari menenteng tas ransel.
"Loh kamu kok di sini?" sahut Mas Dwi --sapaan akrab Ipda Dwiyanto--, yang malam itu sedang tak berseragam coklat khas polisi.

Ternyata dia masih ingat saya. "Sehat Mas?" tanyaku. "Alhamdulillah," jawabnya sembari duduk dan mulai mengeluarkan proposal dan buku besar dari tasnya.

Polisi ini berhasil saya pergoki membawa proposal. Dia tidak tahu kalau saya sedang mengincar aktivitasnya selalu membawa proposal.

Jepret, foto dari HP beraksi. Dapat beberapa petik saat ia merogoh proposal dari dalam tas.

Ya, itu proposal pembangunan Masjid Al-Hadi di Perum Pinang Mas RT 23 Kelurahan Bentiring Permai Kota Bengkulu.

masjid

Saya sudah tahu sejak siang, proposal yang dia bagikan ke rumah-rumah warga itu, proposal pembangunan masjid yang bertahun-tahun tak kunjung usai.

Mungkin bagi orang-orang, itu biasa. Tapi bagi saya, ini luar biasa. Dia melakukannya sudah 2 tahun dari rumah ke rumah, kantor ke kantor, tanpa pamrih, menjaga amanah dan tak mau orang banyak tahu apa yang dia lakukan.
Dan yang paling mencolok, dia dikenal polisi yang selalu membawa tas ransel, tapi tidak diketahui apa isi sebenarnya.

"Mas Dwi --sapaan akrabnya--, saya mau wawancara," pintaku ke perwira satu ini.

"Gak usah Ben, saya mohon gak usah. Biarlah, kalau soal proposal, kamu tanya panitia pembangunan masjid saja ya," jawabnya.

"Mas, ini bukan untuk pamer. Apa yang mas lakukan beberapa tahun ini, itu motivasi untuk kebaikan. Saya minta sama Allah, tak sedikitpun pahala Mas berkurang karena saya beritakan," lanjutku agak memaksa.

"Sudah gak usah, biarlah Ben. Buat apa ini diberitakan," jawab Mas Dwi.

Sudah 11 tahun saya "bertitel" wartawan, sosok ini cukup menyita waktu saya untuk membujuknya. Sudah 30 menit, dia bersikeras tetap tak mau.

"Sudahlah kando (kakak dalam bahasa Bengkulu), saya dah bilang beliau (Mas Dwi) gak akan mau diwawancara soal masjid," kata teman di sampingku.

"Mas Dwi, saya memohon," pinta saya sambil kedua telapak tangan menyatu seperti menyembah, memohon agar Mas Dwi mau diwawancara.

Bahkan hingga 3 kali saya melakukannya, "Mas, semoga dengan saya beritakan ini, meringankan tugas Mas, agar masjid itu banyak yang bantu dan cepat selesai pembangunannya," kataku masih dengan tangan memohon.

Jujur, seberat apapun tantangan untuk wawancara, saya sudah sering bisa menembusnya.

Orang lagi tertekan, hingga orang sedang berduka sekalipun, saya bisa lancar membujuk mereka untuk diwawancara. Kalau tidak mau, saya tidak kehilangan akal mencari narasumber lain.

"Ini bulan Ramadhan Mas, mungkin ini bisa jadi amal saya, juga amal untuk Mas. Ramadhan tahun ini, saya mungkin gak banyak amal. Saya mohon wawancara, semoga jadi amal," ujarku.

Baru kali ini, saya sampai memaksa, minta dari pelakunya langsung. Ini permintaan wawancara paling ribet yang saya alami. "Mas, demi pembangunan masjid," paksaku lagi.

Mas Dwi mengalah setelah berulangkali menolak, "Masjid itu dibangun dari 2015. Pembangunannya sempat terhenti. Baru tahun 2018, saya ikut mendorong warga agar pembangunan dilanjutkan. Saya tidak ikut dalam panitia, tapi saya ikut gabung mencarikan dana. Sejak itu saya selalu bawa tas ransel ke mana-mana," ucapnya mengawali cerita.

Saya perhatikan tulisan dalam buku besar yang dia bawa, laporan sumbangan tertata rapi. Semua ditulis nama, jumlah hingga tandatangan pemberi bantuan.

"Alhamdulillah, banyak teman polisi yang ikut sumbangan. Ini ada kumpulan uang dari anggota Sabhara Polres Bengkulu," cerita Mas Dwi sambil menunjukkan amplop bertulis Sabhara Polres.

Ketika ditanya apa benar dia polisi yang suka bawa-bawa proposal dari rumah ke rumah warga? "Iya betul, saya juga datangi kantor-kantor. Ada sumbangan dari Pegadaian Syariah Jalan Jati, ada dari pejabat Polri juga.

lhamdulillah nilainya besar-besar. Saya juga dah kasih proposal ke Bank Indonesia, semoga Bank Indonesia bantu masjid kami," lanjut pria yang lahir 42 tahun lalu.

Saya lalu nyeletuk, bagaimana dengan pemerintah? Mas Dwi tampak enggan menjawab, "Mas, pemerintah bantu?" kataku mengulangi pertanyaan itu.

"Saya gak banyak kenal pejabat Ben. Tapi Alhamdulillah dari warga juga banyak. Nah uang-uang sumbangan lalu saya setorkan ke panitia," kata Mas Dwi terus mencoba mengalihkan pembicaraan soal bantuan dari pemerintah, yang saya yakini belum ada.

Ok, saya mau misteri perwira polisi sering membawa tas ransel, segera terpecahkan. "Ooo, soal tas ini. Iya saya bawa terus. Banyak orang yang nanya kenapa saya bawa tas terus kayak anak sekolah, isinya apa. Saya jawab aja, isinya jas hujan," jelas Mas Dwi sembari tersenyum.

"Saya lihatkan langsung, nih nih ada jas hujan. Proposalnya saya taruh di dalam tas bagian belakang, jadi gak kelihatan," tambahnya sambil memperlihatkan jas hujan di dalam tasnya.

Kenapa harus ditutupi? "Ben, pangkat, jabatan dan kehidupan dunia ini, gak ada apa-apanya. Yang penting itu akhirat. Ini lagian ngapain kamu mau beritakan yang kayak gini. Ini kan biasa aja," tegas Mas Dwi dengan senyum khas wajah Jawa Klatennya.

Aktivitas mencari sumbangan masjid, dia lakukan sepulang dinas, dia lalu memutar rumah warga, juga pergi ke kantor-kantor, untuk mengajak masyarakat ikut membantu pembangunan masjid.

Mas Dwi juga tak keberatan, harus menjemput langsung ke rumah warga tempat lain, yang menghubungi panitia pembangunan masjid, untuk ikut nyumbang.

Saya lalu minta 1 proposal untuk dibawa. Lalu saya kirim foto proposalnya ke teman. "Kalau ada kotak kaca, bawa ke tempat kita. Nanti kita letakkan kotak amal bangun masjid itu, di jalur strategis di dalam mall," kata temenku yang mengelola mall terbesar di Bengkulu, disambut antusias Mas Dwi.

Jujur, walau kenal, saya tak banyak tahu sosok polisi satu ini. Setelah coba saya telusuri, dia pernah menjadi Bhabin Kamtibmas terbaik di Polsek Teluk Segara, tahun 2019.

Yang bikin saya terbelalak, ternyata polisi satu ini pernah viral lantaran videonya memberi makan dan menyuapi seorang nenek sepuh umur lebih 90 tahun, yang diusir anak tirinya dari rumah, hingga tersesat di jalan pada tahun 2018 lalu. Nenek itu tampak lahap disuapin Sang Bhabin.

Ya Allah, terimakasih untuk Ramadhan tahun ini. Saya dipertemukan dengan hikmah hidup ikhlas untuk kebaikan.
Hikmah polisi bersahaja, yang menolak kebaikannya tersiar ke orang lain, walau akhirnya saya paksa sampai memohon-mohon untuk menjadi inspirasi bagi umat manusia. Semoga masjidnya cepat selesai dibangun ya Mas.
Bagi yang berminat beramal dan menyumbang, silakan menghubungi nomor panitia pembangunan Masjid Al-Hadi 0853-5751-6104 (Tarjuli) dan 0812-7151-2666 (Arnol).

Terimakasih Mas Dwi, ini pengalaman wawancara di bulan Ramadhan yang penuh hikmah, dari sosok "Polisi Pembawa Tas Ransel Berisi Jalan Menuju Surga".