Ngumpul Bareng Wartawan, KPI Sampaikan Sikap Soal JKN

Media Briefing yang digelar KPI Bengkulu
Media Briefing yang digelar KPI Bengkulu

Bengkulutoday.com - Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menggelar Media Briefing terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Rumah Makan Ayam Bekakak, Tanah Patah Kota Bengkulu, Sabtu (24/11/2018). Tema yang diusung dalam Media Briefing yaitu "JKN Yang Inklusif, Transpormatif dan Berkeadilan Gender" bersama anggota legislatif perempuan, caleg perempuan dan media massa di Provinsi Bengkulu.

Acara itu dihadiri oleh Anggota DPD RI Eni Khairani, Anggota DPRD Provinsi Bengkulu Agung Gatam dan Sekwil KPI Bengkulu Irna Riza Yulianstuty. 

Kepada awak media, Eni Khairani menyampaikan problemnya sebagai anggota DPD RI, dimana saat ini terkait data JKN belum terintegrasi. Hal itu karena data di lapangan berbeda dengan data dari pemerintah. "Kami ingin mengambil tindakan, tapi perlu data, sebab data sebagai patokan kami. Data yang diperoleh sering tidak menggambarkan permasalahan di lapangan yang sebenarnya," kata Eni.

Lanjut Eni, pihaknya akan menyatukan data yang terintegrasi dari berbagai sumber. Sebab, pembagian berbagai subsidi saat ini dilakukan berdasarkan data, jika data tersebut idak benar, maka program yang dicanangkan tidak tepat sasaran.

Sementara menurut Agung Gatam, ada 14 kriteria penduduk miskin dari Kementerian Sosial. Faktanya, di Bengkulu sering data dibuat-buat alias tidak senyatanya. "Banyak data BPJS tidak masuk akal, banyak yang ngaku-ngaku miskin, data itu dari bawah sudah dimainkan, jadi kebijakan yang diputuskan juga main-main," kata Agung Gatam.

Dalam kesempatan itu, KPI Bengkulu menyampaikan rilis terkait program JKN dengan isu besar "Menuju Jaminan Kesehatan Untuk Semua Tanpa Kelas, Yang Adil Gender dan Transpormatif".

Berikut rilis dari KPI Bengkulu:

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia yang dimulai sejak 1 Januari Tahun 2014 telah memberikan andil yang besar terhadap reformasi sistem pelayanan dan pembiayaan kesehatan di Indonesia. Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang, JKN diharapkan secara bertahap dapat menjadi tulang punggung untuk mencapai Universal Health Coverage di Tahun 2019. Hingga saat ini telah banyak dilakukan berbagai penilitian yang bertujuan mengevaluasi program JKN yang diharapkan dapat memberi masukan dalam upaya perbaikan kedepan. Sejak Tahun 2016, KPI Kabupaten (Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara, Seluma dan Rejang Lebong). Masih banyak persoalan yang ditemui oleh KPI wilayah Bengkulu, untuk itu, dalam memandang Program Jaminan Kesehatan Nasional, KPI Wilayah berada pada posisi dan rekomendasi sebagai berikut.

Posisi Koalisi Perempuan Indonesia Melihat Implementasi Program JKN:

1. Koalisi Perempuan Indonesia tidak setuju dengan sistem Layanan Kesehatan menggunakan kelas, Koalisi Perempuan Indonesia merekomendasi Layanan Kesehatan tanpa kelas yang berkeadilan gender ini merupakan wujud Pelayanan Kesehatan sesuai prinsip ekuitas.

2. Koalisi Perempuan Indonesia mendukung penyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional namun pemaknaan frasa nasional adalah cakupan dari Jaminan Kesehatan Nasional. Artinya jaminan kesehatan yang dilaksanakan oleh BPJS dan jaminan kesehatan yang sesunggunya membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk melakukan innovasi dan kerja sama yang untuk menjamin seluruh warga di daerahnya memproleh layanan kesehatan. 

3. Koalisi Perempuan Indonsia meyakini bahwa Jaminan Kesehatan Nasional yang adil gender dan transformatif akan sulit dicapai jika penyenggaraannya dilakukan dengan sistem tunggal penyelenggaraan BPJS sebagai penyelenggaraan tunggal Jaminan Kesehtan Nasional. Koalisi Perempuan Indonesia memandang kapasitas dan kinerja BPJS sebagai penyelenggaraan jaminan kesehatan belum cukup, hal ini ditandai dengan: 

  1. BPJS tidak mampu menjangkau peserta dan calon peserta JKN hingga tingkat desa (data dari balai perempuan KPI di 6 Kabupaten sampai Oktober 2018 ada 561 kasus aduan yang masuk tentang keanggotaan.
  2. Layanan yang disediakan BPJS menggunakan mekanisme rujukan parsial yang menyulitkan penanganan kesehatan yang komprehensif dalam satu fasilitas layanan kesehatan.
  3. BPJS tidak sanggup melakukan penyelenggaraan pengeloaan Jaminan Kesehatan Nasional berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
  4. BPJS sejak didirikan hingga saat ini terus menerus mengalami defisit, yang tidak perna dijelaskan secara transparan. Hal ini menunjukan adanya kesalahan fundamental dalam desain, tata kelola BPJS.
  5. Dominasi kelembagaan bersifat tunggal berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan dalam pengambilan keputusan.
  6. Dominasi kelembagaan bersifat tunggal mengakibatkan kelembagaan tersebut tidak berkembang secara kompetitif, termasuk dalam meningkatkan profesionalismenya.
  7. Dominasi kelembagaan bersifat tunggal mengingkari hak untuk memilih.

4. Koalisi Perempuan Indonesia meyakini bahwa pemerintah pusat dan daerah penting untuk menerbitkan kebijakan yang membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk mengambil tanggung jawab dalam menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional sebagai sistem alteratif pilihan lain dari penyelenggaraan tunggal Jaminan Kesehatan Nasional.

5. Koalisi Perempuan Indonesia mayakini bahwa pemerintah daerah penting menerbitkan kebijakan, mengalokasikan anggaran dan memabangunkerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kualiatas layanan Kesehatan jumlah sumber daya kesehatan.

6. Koalisi Perempaun Indonesia menilai bahwa pemenuhan hak atas informasi layanan kesehatan hingga saat ini tidak dipenuhi oleh BPJS.

7. Koalisi Perempuan Indonesia telah membuktikan bahwa peran serta masyarakat sipil dalam pemantauan dan penngawalan berkontribusi untuk memastikan adanya pemenuhan hak atas Pelayanan Kesehtan dan Jaminan Kesehatan Nasional, khususnya bagi warga miskin.

Koalisi Perempuan Indonesia Merekomendasikan:

1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merevisi kebijakan untuk menerapkan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dual sistem, yaitu penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional yang membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk mengambil tanggung jawab dalam memastikan semua warganya terlindungi oleh Jaminan  Kesehatan Nasional, baik melalui kerja sama dengan pihak lain ataupun dengan BPJS, atau maupun melalui innovasi-innovasi lainya.

2. Menerapkan jaminan kesehatan dengan pelayanan kesehatan tanpa kelas yang berkeadilan gender.

3. Pemerintah daerah menerbitkan kebijakan, mangalokasikan anggaran dan membangun kerja sama dengan pihak meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan.

4. Memastikan ketersediaan dana untuk jaminan kesehatan dan peningkatan kualitas kesehatan melalui alokasi APBD dan penggalangan dana publik seperti dana hibah, zakat dan sumbangan dengan pihak lain yang tidak mengikat.

5. Mengakui keberadaan dan melibatkan peran masyarakat sipil dalam pemantauan dan pengawalan implementasu kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional dan pelayanan kesehatan serta menerbitkan kebijakan yang menciptakan ruang dan alokasi anggaran untuk memperkuat peran-peran masyarakat sipil.

6. Memastikan penyelenggaraan oleh pengeloaan Jaminan Kesehatan Nasional secara Transparan dan Akuntabel.

[Tri]

NID Old
7194