MUI : Pasal Santet dalam RKUHP Perlu Dikaji

Ketua Komisi Hukum MUI Ikhsan Abdullah

"(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV." 

"(2) Jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per ­tiga)."

Begitulah bunyi draf RUU KUHP pasal 260 tertulis apabila setiap individu terbukti memiliki kekuatan gaib, maka dapat dipidana penjara paling lama tiga tahun atau dipidana dengan paling banyak kategori IV. 

Jokowi akhirnya memilih menunda untuk disahkan, usai melihat tingginya polemik dan penentangan terhadap beberapa pasal yang dianggap kontroversial. Salah satunya mengenai santet.  Semula, RUU itu akan disahkan pada (24/9/19) mengikuti waktu kerja anggota DPR periode 2015-2019 yang sebentar lagi habis. 

Sementara, di bagian penjelasannya ada istilah ilmu hitam atau 'black magic'. Menurut poin di bagian penjelasan, hal tersebut membuat resah publik. Namun, di sisi lain pembuktian seseorang telah menyantet pun sulit. 

"Santet memang ada di masyarakat, tak bisa diingkari gejalanya itu ada. Karena nyatanya santet itu ada. Misalnya, tiba-tiba ada orang nih dalam tubuh ada jarum, ada hal-hal gaib, itu kan nyata, (benda-benda itu) ada," ucap Ketua Komisi Hukum MUI, Ikhsan Abdullah, Sabtu (21/9/19).

Ihsan mewakili MUI memberikan catatan terhadap pasal santet dalam RKUHP, meski kasus santet bukanlah sesuatu yang baru di masyarakat, namun penerapan pasal tersebut akan sulit dibuktikan. Sesuai prinsip hukum pidana, suatu tindak pidana harus memenuhi unsur pembuktian.

"Tapi apa kemudian bisa gejala itu menjadi bukti? Itu problem, itu tantangan bagi polisi dan jaksa bagaimana membuktikannya, jangan sampai kemudian menjadi fitnah. Ini perlu kajian yang mendalam, perlu pemahaman, perlu persepsi, perlu definisi, ini yang kemudian harus menjadi clear," kata Ikhsan.

Lebih lanjut, Ikhsan mengatakan bukan perkara mudah membuktikan tindak santet. Bahkan, ini merupakan tantangan berat untuk kepolisian dalam hal mengusut, melakukan penyidikan dan penyelidikan.

Secara keseluruhan, MUI setuju dengan pasal-pasal yang dimuat di dalam RKUHP. Apalagi usulan MUI mengenai delik perzinahan serta perlindungan terhadap kaum perempuan dan anak diakomodir dalam RKUHP itu. (mas)