Kasus Ridwan Mukti, Mantan Ketua KY : Hanya Hakim Yang Berhak Nyatakan Orang Bersalah

Ridwan Mukti, Gubernur Bengkulu non aktif
Ridwan Mukti, Gubernur Bengkulu non aktif

Bengkulutoday.com - Mantan ketua Komisi Yudisial RI Dr Suparman Marzuki memberikan pandangan hukum terkait domain kerja seorang hakim atas kasus tidak pidana korupsi. Hal tersebut menyikapi maraknya berbagai kepentingan politik yang kerab mengintervensi proses hukum, juga termasuk penggiringan opini seolah sesorang telah bersalah, padahal belum ada keputusan hakim yang inkracht.

Dia mengatakan begitu besarnya kewenangan hakim maka wajar bila keinginan, harapan dan doa terdakwa, keluarga terdakwa, dan masyarakat umum kepada hakim agar hakim memegang dan menjalankan kewenangan yang besar itu secara independen dan imparsial sehingga bisa memeriksa, mengadili dan memutus seadil-adilnya.

"Kalau hakim sunguh-sungguh sudah menjalankan kewenangannya secara independen dan imparsial, maka itulah putusan professional yang bisa dipertanggungjawabkan dunia akherat. Bahwa ada pihak yang tetap mencurigai proses peradilan berjalan tidak fair, itu pula resiko dari kewenangan besar memutuskan nasib orang," kata Suparman Marzuki.

Untuk itu, Suparman memberikan pandangan seorang hakim harus independen dan imparsialitas.  Independensi adalah kebebasan, kemerdekaan, dan keleluasaan hakim menjalankan kewenangan dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara. Independensi juga bukan kekebalan (imunitas), tetapi kemerdekaan, kebebasan dan kemandirian kognisi (berpikir), afeksi (merasa) dan bertindak (psikomotorik) hakim terhadap subjek dan objek perkara, beserta elemen-elemen lain di luar dirinya sehingga dapat memeriksa, mengadili dan memutus perkara dengan baik dan benar berdasar hukum, fakta dan nurani yang bersih. Sedangkan imparsilitas adalah ketidakberpihakan, kenetralan, tanpa bias, tanpa prasangka dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara. Hakim harus dipastikan imparsial terhadap subjek hukum dan objek hukum perkara guna mencegah konflik kepentingan, mencegah keberpihakan, serta menjaga kehormatan dan kewibawaan pengadilan.

Sebelumnya, akademisi dari kampus UNIHAZ Dr Wilson Ghandi menilai dalam kasus yang menjerat Ridwan Mukti sangat dimungkinkan terdakwa Ridwan Mukti untuk bebas. Hal tersebut dikatakan Wilson setelah melihat kronologi kasus dan keterangan saksi juga barang bukti yang diajukan oleh JPU KPK. "Dia (Ridwan Mukti) tidak ter OTT oleh KPK, saya menilai buktinya juga lemah, keterangan saksi juga lemah, jadi peluangnya bebas masih sangat terbuka," katanya.

Vonis hakim yang akan dibacakan pada 11 Januari 2018 nanti diharapkan menjadi putusan keadilan bagi semua yang berkepentingan secara hukum. Dalam kasus yang menjerat Ridwan Mukti, istrinya dan dua kontraktor Bengkulu, menurut catatan pledoi dan keterangan penasehat hukum terdakwa Ridwan Mukti, Gubernur Bengkulu non aktif tersebut tidak bersalah dan tidak merasa melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan JPU KPK.

Sementara pendapat hukum (legal opinion) akademisi dari UII Dr Mudzakkir justru menyebut OTT versi KPK pada kasus Ridwan Mukti tidak sah dan bertentangan dengan KUHP. 

Untuk diketahui, dalam kasus OTT KPK yang menjaring istri Ridwan Mukti yakni Lily, KPK menyita barang bukti uang Rp 1 miliar yang diduga suap dari kontraktor. KPK kemudian menetapkan 4 orang tersangka dari OTT tersebut termasuk Ridwan Mukti. Dari proses persidangan, Ridwan Mukti dan istrinya dituntut 10 tahun penjara, sementara dua kontraktor lainnya telah menjalani hukuman. 

(Angga Ferdian Putra)

NID Old
3820