Kasus Pungli Prona, Giliran Mantan Sekdes Tumbuan Ditahan Polisi

Tersangka ditahan penyidik Tipikor Satreskrim Polres Seluma

Seluma, Bengkulutoday.com - Penyidik Tipikor Satreskrim Polres Seluma menahan Pepzi Zuriadi (44), mantan Sekretaris Desa Tumbuan Kecamatan Lubuk Sandi Kabupaten Seluma pada Rabu (15/4/2020). Pepzi ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus pungutan liar (pungli) prona di desa tersebut pada tahun 2017. 

Sebelumnya pada Senin (13/4/2020) penyidik Tipikor Satreskrim Polres Seluma juga menahan tersangka Suhardiman (52), mantan Kades Tumbuan Kecamatan Lubuk Sandi Kabupaten Seluma dalam kasus yang sama.

"Tersangka PZ ditahan setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan dinyatakan sehat," kata Kapolres Seluma Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) I Nyoman Mertha Dana S.IK.

Untuk diketahui, program pembuatan sertifikat prona 2017, Desa Tumbuan menerima kuota sertifikat dan telah diterbitkan BPN sebanyak 426 persil. Hanya saja, dalam pembagian sertifikat tersebut, warga dikenakan biaya untuk menebusnya dengan besaran bervariasi.

Sertifikat jenis pekarangan rumah dikenakan biaya Rp 500 ribu dan Rp 700 ribu. Sementara untuk sertifikat jenis kebun dipungut Rp 1 juta persil. 

Terpisah, Jecky Haryanto SH, selaku kuasa hukum tersangka Suhardiman (52), membantah kliennya melakukan tindak pidana pungutan liar (pungli) Prona sebagaimana disangkakan oleh penyidik Tipidkor Satreskrim Polres Seluma. 

"Ada beberapa catatan dalam perkara ini, perkara ini telah diusut sejak tahun 2018 jadi sudah berjalan kurang lebih 2 tahun, dugaan pasal yang disangkakan adalah pasal 12 huruf e, unsur yang paling penting dalam pasal ini adalah adanya tindakan “memaksa seseorang” memberikan biaya atas pembuatan sertifikat, akan tetapi faktanya telah dilakukan “musyawarah desa”  bersama peserta prona PTSL jadi sudah ada kesepakatan dalam musdes tentang besaran biaya dan ada berita acara musdesnya. Jika hal tersebut di anggap tindak pidana maka musdes tersebut dapat dikualifikasikan sebagai kesepakatan melakukan tindak pidana yang lebih cenderung kepada tindak pidana suap karena adanya kesepakatan, tindak pidana suap maka ada pemberi dan penerima yang semua nya di ancam pidana," jelas Jecky dalam keterangannya kepada wartawan.

Jecky menambahkan, tidak benar adanya pemaksaan terhadap biaya, semua berdasarkan kesepakatan musdes.

"Warga yang ingin mengurus sertifikat harus mendaftarkan diri, jika masyarakat keberatan mengapa tidak disampaikan dalam musdes, atau jika keberatan dengan biaya mengapa masyarakat mendaftar menjadi peserta prona PTSL, logika nya jika sudah mendaftar maka dapat diartikan tidak keberatan dengan biaya. Sejatinya semua orang sama dihadapan hukum," imbuh Jecky.

Diberitakan sebelumnya, Suhardiman (52), mantan Kepala Desa Tumbuan Kecamatan Lubuk Sandi Kabupaten Seluma, ditahan oleh penyidik Tindak Pidana Korupsi Sat Reskrim Polres Seluma, Senin (13/4/2020).

Suhardiman ditahan lantaran telah ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi pungutan liar (Pungli) program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) berupa Program Nasional Agraria (Prona) di desa setempat pada tahun 2017.

Kapolres Seluma Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) I Nyoman Mertha Dana S.IK mengatakan, terhadap tersangka dilakukan penahanan setelah melalui pemeriksaan oleh dokter dan dinyatakan sehat.

"Tersangka ditahan setelah dinyatakan sehat oleh dokter," kata Kapolres.

Untuk diketahui, program pembuatan sertifikat prona 2017, Desa Tumbuan menerima kuota sertifikat dan telah diterbitkan BPN sebanyak 426 persil. Hanya saja, dalam pembagian sertifikat tersebut, warga dikenakan biaya untuk menebusnya dengan besaran bervariasi.

Sertifikat jenis pekarangan rumah dikenakan biaya Rp 500 ribu dan Rp 700 ribu. Sementara untuk sertifikat jenis kebun dipungut Rp 1 juta persil. 

Penulis: Tien Syafrudin