Demo Anarkis Meningkatkan Penularan Covid-19

Foto Ilustrasi

Oleh : Zakaria

Demo buruh yang terus berlangsung sejak awal dikhawatirkan akan membentuk klaster corona baru. Saat pengunjuk rasa diciduk aparat dan wajib dites rapid, ternyata mereka menunjukkan hasil reaktif. Walau hanya diwajibkan isolasi mandiri namun situasi ini memusingkan karena pasien berkontak dengan banyak orang.

Saat akan mengadakan demo, para buruh sudah diingatkan untuk membatalkan niatnya. Bukan karena mereka dilarang memprotes Undang-Undang, namun kita masih berada di masa pandemi. Sehingga kegiatan yang mengumpulkan massa seperti unjuk rasa tidak dperbolehkan. Pelarangan ini semata karena alasan kesehatan dan jangan sampai ada klaster baru.

Namun buruh kukuh berunjuk rasa dan tak menaati protokol kesehatan. Terbukti dari tes rapid yang diadakan saat demo di Kabupaten Tangerang. Dari 30 orang yang dites, sebanyak 13 pekerja menunjukkan hasil positif corona. Hal ini menyedihkan karena prediksi terbentuknya klaster corona baru benar-benar terjadi.

Hendra Tarmidzi, juru bicara tim satgas penanganan covid Tangerang menyatakan bahwa mereka adalah buruh pakaian olahraga. Sedangkan tes rapid dilakukan secara mendadak dan merupakan perintah dari Kapolresta Tangerang, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi. Tes dilakukan untuk mencegah penyebaran corona di sekitar Tangerang.

Sedangkan di Jakarta ada 12 orang yang hasil tes rapid-nya positif. Sedihnya, mereka bukanlah buruh namun kelompok anarko yang ikut-ikutan berdemo. Ada 200 orang yang melakukan tindakan anarki dan mengira unjuk rasa adalah ajang tawuran massal yang halal. Setelah nafsu merusaknya dipuaskan, mereka seolah dapat karma karena positif corona.

Banyaknya pendemo yang positif corona sangat menyesakkan dada, karena mereka tak mau tertib pada protokol kesehatan. Apakah bagi mereka peraturan ada untuk dilanggar? Padahal pelarangan demo adalah demi keselamatan mereka sendiri. Juga keluarganya di rumah. Jika sudah terlanjur kena corona, apa masih mau menyalahkan pemerintah? Jangan playing victim.

Apalagi langkah untuk tracking dan mencari orang-orang yang berkontak dengan pasien corona dari klaster demo buruh akan jadi sangat sulit. Pertama, mereka berkontak dengan ratusan orang yang berunjukrasa dan tak kenal identitas serta alamatnya. Selain itu, bisa saja pedagang, tukang parkir, hingga sopir bus yang merek tumpangi juga berstatus suspect.
Saat para pendemo isolasi mandiri, maka apakah mereka melakukannya sesuai protokol kesehatan dan benar-benar tak berkontak dengan siapapun selama 14 hari? Bisa saja di depan dokter mereka berjanji, namun ketika bosan di rumah malah jalan-jalan. Padahal sangat berbahaya karena tetangga yang tak tahu apa-apa, bisa tertular.

Dokter Wiku, juru bicara Tim satgas penanganan covid-19 menyatakan bahwa pendemo berpotensi menimbulkan klaster baru. Selain itu, dalam 3 hari akan banyak sekali yang tertular corona. Sehingga perjuangan tim satgas selama 7 bulan akan terasa sia-sia, karena masyarakat tak mau tertib aturan. Bagaikan kena nila setitik rusak susu sebelanga.
Lanjut Dokter Wiku, jika kita ingin pandemi segera berakhir, maka harus ada kerja sama antara pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat. Jika mereka tak mau tertib dan terang-terangan melanggar protokol kesehatan, hasilnya akan sangat buruk. Karena kedisiplinan adalah kunci dalam melawan corona.

Banyaknya pendemo yang kena corona juga memusingkan karena mereka bagai masuk dengan sukarela ke kandang macan. Sudah diberi peringatan, malah melanggar. Saat sakit baru tahu rasa. Karena ketika badan mulai lemah, tentu tak kuat bekerja dan tak ada penghasilan selama 2 minggu. Rugi besar.

Masyarakat diharap bisa memetik hikmah dari pendemo yang tertular corona. Jangan sampa melanggar protokol kesehatan, karena jika positif covid-19 akan susah sendiri. Apalagi jika tak punya BPJS, biaya perawatannya selangit. Tingkah pendemo juga membuat tim satgas menangis karena perjuangan mereka untuk melawan corona terasa percuma. 

(Penulis adalah warganet tinggal di Bogor)