5 Februari, Lahir Ibu Negara Fatmawati di Bengkulu

Buku tentang Fatmawati

Provinsi Bengkulu merupakan daerah yang menarik untuk digelitik. Baik Pariwisata yang semakin berkembang dan budaya yang masih bertahan di kehidupan masyarakatnya.

Tidak hanya itu, Bengkulu juga memiliki sosok yang sangat dibanggakan sampai saat ini. Sosok tersebut menjadi identitas Bumi Rafflesia. Dan sosok tersebut ialah Ibu Fatmawati. 

Siapa yang tidak mengenal sosok inspiratif ini, beliau pun merupakan istri dari presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Keduanya dipertemukan untuk pertama kalinya ketika Ir. Soekarno dipindahkan dari tempat perasingannya di daerah Flores, NTT ke Kota Bengkulu.

Untuk diketahui, Fatmawati lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923. Beliau terlahir menjadi gadis Bengkulu nan cantik di tengah keluarganya. Gadis Bengkulu yang sangat menyukai dan memiliki minat terhadap organisasi. Beliau sangat aktif berorganisasi sejak duduk di bangku sekolah dasar. Organisasi itu disebut dengan organisasi Naysatul Asyiyah.

Banyak yang belum mengetahui bahwa Ir. Soekarno sebelum memutuskan untuk menikahi Fatmawati, yang merupakan seorang pengajar di sekolah muhammadiyah yang mana tempat Fatmawati mengenyam pendidikannya. 

Ketertarikan akan kecantikan alamia dan kepintaran yang dimiliki sosok Fatmawati membuat Ir. Soekarno memutuskan untuk menikahinya pada tanggal 1 Juni 1943.

Pernikahan tersebut dikaruniai lima orang putra dan putri, yaitu Guntur Soekarno Putra, Megawati Soekarno Putri, Rachmawati Soekarno Putri, Sukmawati Soekarno Putri, dan Guruh Soekarno Putra. 

Terlahir dari seorang ibu yang sangat sempurna dengan kepintaran yang dimiliki, anak bungsu Fatmawati yaitu Guruh Soekarno Putra menyebut Fatmawati mempunyai keyakinan melampaui batas daya fikir orang lain.

"Tak terbantahkan, peran dan fungsi bendera Merah Putih merupakan identitas negara paling abadi bersama lagu kebangsaan Indonesia Raya yang selalu kita peringati di hari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus," ujar Guruh Soekarno Putra pada pengantar Buku Fatmawati "Catatan Kecil Bersama Bungkarno".

Selain membanggakan di mata keluarga, gadis yang lahir dari pasangan Hassan Din dan Siti Chadijah ini, merupakan sosok inspiratif juga di mata tokoh Nasional Indonesia.

Fatmawati menjadi tokoh yang sangat menjadi panutan bangsa khususnya kaum perempuan.

Ayah Fatmawati merupakan tokoh muhammadiyah di Bengkulu yang juga merupakan keturunan Puti Indrapura, salah seorang keluarga raja dari Kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

Seperti yang diujarkan oleh Guruh Soekarno Putra akan keyakinan Fatmawati yang melampaui batas daya fikir orang lain, ini tergambar ketika beliau hadir dengan Bendera Sang Saka Merah Putih yang beliau gagas dan jahit oleh tangannya sendiri.

Bendera Sang Saka itulah menjadi Bendera Pertama yang dikibarkan saat Upacara Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Gagasan Fatmawati ini mendahului ide agung Ir. Soekarno dan tokoh kemerdekaan lainnya.

Bertahun-tahun Bendera Sang Saka yang dijahit oleh Fatmawati ini dikibarkan dalam upacara kenegaraan. Sampai akhirnya Bendera tersebut digantikan oleh duplikatnya mengingat ketuaan usianya. Untuk menjaga keutuhannya, Sang Dwiwarna selanjutnya difungsikan sebagai Bendera Pusaka dan disimpan ditempat terhormat di Monumen Nasional.

Di perjuangan semasa hidupnya, Fatmawati Bukan hanya menjadi tokoh Nasional, namun bagi masyarakat Provinsi Bengkulu sendiri sangat bangga akan sosok beliau sebagai seorang gadis Bengkulu yang bisa membuktikan di mata dunia bahwa Bengkulu punya tokoh nasional yang dikenang sampai sekarang ini. 

Fatmawati meninggal di usia 57 tahun di Malaysia 14 Mei 1980 dan dimakamkan di TPU Karet Bivak Jakarta. 

Lalu, bagaimana cerita masa remaja seorang Fatmawati ? 

Terlahir di masa kolonial, membuat Fatmawati tumbuh menjadi remaja dengan didikan sosialisasi tinggi dan memiliki jati diri yang matang. Pengaruh sosialiasi melalui ajaran dan pengalaman dalam kehidupan keluarga dan lingkungan sosialnya, telah mampu membentuk karakter Fatmawati menjadi seorang anak yang tidak sekedar patuh pada tradisinya, tetapi lebih cenderung
untuk menyikapi segala bentuk potret kehidupan sosio kulturalnya.

Memiliki ayah seorang pendakwah , Hasan Din juga merupakan Ketua Dewan Pimpinan Muhammadiyah Bengkulu, yang mana pendidikan agama menjadi nomor satu dalam keluarganya, sehingga membuat Fatmawati mengenyam pendidikan agama secara ekstra, terutama di Sekolah Standar Muhammadiyah.

Namun, Fatmawati juga mengimbangi pendidikan formalnya di sekolah HIS (Hollandsch InlandschSchool) pada tahun1930 (Fatmawati,1978: 20-21).

Belajar secara ketat pada masa remajanya sangat membuat Fatmawati menikmati kehidupan dari sekolah satu ke sekolah lainnya, itu tidak menyurutkan semangatnya untuk terus mampu mengikuti jejak ayahnya yang menjadi sosok inspiratif bagi dirinya.

Terlebih ketika Fatmawati mengenal sosok Ir. Soekarno yang pada saat itu merupakan gurunya. Ir. Soekarno pun sangat mengagumi akan pola fikir yang dimiliki gadis cantik tersebut. Di umurnya 15 tahun, Fatmawati mampu diajak berdiskusi filsafat islam, hukum-hukum islam, bahkan masalah gender dalam pandangan islam. (CindyAdams,1966:185-198).

Karena jiwa semangat dan ketajaman berpikir terhadap ajaran agama Islam yang telah menempanya, serta ketajaman menyikapi fenomena sosio kulturalnya, beliau mampu mengoperasionalisasikan fungsi rasionalitasnya sebagai pengendali dari unsur-unsur emosi yang selalu merangsang dalam setiap detik kehidupan manusia.

Siapa sangka, sosok tersebut menjadi kembang di masa remajanya. Tumbuh di tengah keluarga terpandang dan pribadi yang sangat menarik membuat semua mata melihat sosok gadis bengkulu bahkan menjadi buah bibir teman, masyarakat, bahkan Ir. Soekarno sebagai guru yang juga menjadi rekan diskusi beliau.

Fatmawati dan Gebrakannya

1 Juni 1943 menjadi sejarah dalam hidup Fatmawati. Gadis nan cantik ini resmi dipersunting oleh Ir. Soekarno di tengah perjuangan api revolusi. Tapi ada yang menarik dibalik perjuangan Ir. Soekarno untuk mendapatkan hati Fatmawati. 

Tidak mudah untuk seorang Fatmawati menerima keinginan Ir. Soekarno untuk memperistrinya. Penolakan mendasar serta alasan rasa empatinya terhadap kaum feminis membuat jiwanya matang untuk menolak tradisi yang bernama poligami. Bagi beliau poligami dianggap sangat tidak menguntungkan bagi kedudukan dan peranan wanita dalam kehidupan sosialnya.

Bahkan kalau boleh dibilang, sebelum lahirnya Undang-Undang Perkawinan maupun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia khususnya, bagi pegawai negeri, seorang Fatmawati telah mendahului masanya dengan tekad, sikap, dan prinsip anti poligami.

Gejolak yang muncul didirinya membuatnya berfikir kritis akan prinsip dan keinginan hatinya yang juga jatuh hati kepada Ir. Soekarno. Namun dengan keyakinan yang dimilikinya, akhirnya Fatmawati menerima pinangan Bung Karno.

Setelah resmi menjadi istri Ir. Soekarno, Fatmawati pun pindah ke Jakarta dengan tujuan bukan hanya menjalankan kewajiban sebagai seorang istri, tapi beliau ingin menggapai mimpi yang sudah beliau buat yaitu aktif bergabung dengan tokoh nasional lainnya untuk membela Negara Republik Indonesia. 

Ir. Soekarno yang akrab disapa Bung Karno ini, tak sungkan meminta pendapat kepada istrinya dalam mengambil langkah-langkah atau keputusan mengenai perjuangannya selaku pemimpin pejuang rakyat Indonesia. Daya fikir di luar batas yang dimiliki Fatmawati sudah disadari dari awal oleh Bung Karno.

Banyak peran Fatmawati di dalam kegiatan kenegaraan Republik Indonesia pada masa itu, salah satunya ketika perjuangan rakyat Indonesia telah sampai di titik kulminasi. Dimana masa masyarakat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56, Jakarta oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia .

Lalu bagaimana perjuangan Fatmawati dan Sang Saka Merah Putih?

Siapakah diantara sekian ratus bahkan sekian ribu tokoh pejuang bangsa Indonesia yang telah memikirkan tentang arti sebuah bendera bagi sebuah kemerdekaan bangsa?

"Ketika akan melangkahkan kakiku keluar dari pintu, terdengarlah teriakan bahwa bendera belum ada. Kemudian aku berbalik mengambil bendera yang aku buat tatkala Guntur masih dalam kandungan, satu setengah tahun yang lalu. Bendera itu aku berikan pada salah seorang yang hadir di tempat di depan kamar tidur". Bunyi kutipan dalam karya tulisan Catatan Kecil Bersama Bung Karno (Fatmawati, 1978: 86).

Bicara tentang Sang Saka, banyak hal yang bisa kita gali. Salah satunya bicara filosofi warna pada Bendera. Warna Merah yang berarti keberanian dan warna Putih berarti kesucian. Dan disinilah sebuah fakta telah bicara, bahwa Fatmawati tidak sekedar berperan sebagai penjahit Bendera Pusaka, sebagaimana yang hanya dipahami oleh para generasi masa sekarang, akan tetapi jiwa dan semangat juang yang telah diperankan beliau terasa sangat jauh dan sangat mendalam.

Dalam kenyataan selama ini, belum pernah ada klaim dari salah seorang pejuang yang mengaku telah mempersiapkan sebuah bendera untuk Kemerdekaan Indonesia, kecuali Fatmawati.

Maka, sungguhlah amat sulit untuk mengukur secara konkrit betapa besarnya jiwa kepahlawanan yang telah beliau sumbangkan kepada Nusa dan Bangsa Indonesia.

Lalu apa perjuangan Fatmawati selanjutnya terhadap Bangsa setelah Bendera Sang Saka berkibar untuk pertama kalinya pada tanggal 17 Agustus 1945?

Gencatan demi gencatan semakin membara yang dihadapkan Ibu Negara Pertama Republik Indonesia ini. Perang gerilya membuat Fatmawati terpisah dari Ir. Soekarno dalam Clash II (1948) dimana Ibu kota Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda.

Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan tidak hanya untuk tanah kelahirannya tapi untuk Bangsa Indonesia ini. Dan sekarang mari kita ulik bagaimana sosok Fatmawati dalam lintas Kosmo masyarakat Provinsi Bengkulu saat ini.