HUKUM JAMINAN

Ilustrasi

Oleh: Arta Alfansyah (S1 Akuntansi, Universitas Bengkulu)

Manusia dalam menjalani kehidupannya membutuhkan berbagai hal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut setiap individu harus mendapatkannya dengan melakukan pembelian, meminjam atau pun dengan sistem barter. Untuk membeli dengan meminjam saat ini memang sangat sering dilakukan dan dimungkinkan terjadi. Untuk barter memang mungkin terjadi tetapi saat ini sistem tersebut jarang sekali dipergunakan. Seperti yang kita ketahui dalam usaha pemenuhan kebutuhan sehari-hari setiap orang memiliki berbagai cara sesuai dengan perkembangan kehidupan saat ini, misalnya pinjam-meminjam. Ketika terjadi hubungan pinjam-meminjam maka timbul hak dan kewajiban, ketika terjadi wan prestasi maka disinilah timbulnya pemikiran mengenai apa yang dinamakan jaminan.

Sebelum kita mengetahui apa itu Hukum Jaminan, hendaknya kita tahu terlebih dahulu tentang apa itu Hukum, dan apa itu Jaminan. Pengertian Hukum adalah suatu sistem peraturan atau ketentuan yang dibuat, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang di dalamnya terdapat norma-norma yang bertujuan untuk mengendalikan perilaku manusia, menjaga ketertiban dan keadilan, serta mencegah terjadinya kekacauan mengatur kehidupan bermasyarakat dan terdapat sanksi-sanksi atau hukuman bagi pihak yang melanggarnya. Sedangkan pengertian Jaminan menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai tanggungan. Secara istilah, jaminan adalah suatu benda atau barang yang dijadikan sebagai tanggungan dalam bentuk pinjaman uang. Sedangkan menurut kamus perbankan, jaminan adalah suatu yang diberikan kepada kepada kreditor baik berupa jaminan fisik maupun nonfisik untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Lalu, apa sih, Hukum Jaminan itu sendiri? Hukum Jaminan adalah sekumpulan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan pemberi jaminan dan penerima jaminan yang berkkaitan dengan pembebanan jaminan untuk mendapat fasilitas kredit.

Jenis Jaminan menurut sifatnya ada 2, yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan umum adalah jaminan yang terbentuk karena sudah ditentukan oleh undang-undang. Sedangkan jaminan khusus adalah jaminan yang timbul karena perjanjian, secara yuridis baru timbul karena adanya suatu perjanjian antara bank dengan pemilik agunan, atau antar bank dengan pihak ketiga yang menanggung utang debitur. Jaminan ini dapat dibedakan antar jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan perorangan adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh pihak ketiga guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada kreditur, apabila debitur yang bersangkutan melakukan wanprestasi. Sedangkan jaminan kebendaan adalah jaminan berupa harta kekayaan dengan cara pemisahan bagian dari harta kekayaan debitur, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur yang bersangkutan, apabila melakukan wanprestasi. Dalam ketentuan undang-undang, kebendaan dibagi menjadi dua, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Yang mana dalam kategori benda bergerak yaitu gadai dan fidusia. Sedangkan benda tidak bergerak adalah hipotik dan hak tanggungan.
Di Indonesia setelah Tahun 1996, yakni sejak lahirnya UU. No. 4 Tahun 1996 tentang tanggungan atas tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah, pengikatan jaminan (anggunan) kredit atau pembiayaan di bank melalui lembaga jaminan dapat dilakukan melalui gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia. Adapun uraian singkat mengenai masing-masing bentuk lembaga jaminan adalah sebagai berikut:

1.    Gadai
Lembaga jaminan yang disebut Gadai diatur oleh ketentuan pasal 1150 sampai dengan pasal 1160 KUH Perdata. Gadai merupakan lembaga jaminan yang digunakan untuk mengikat jaminan utang yang berupa barang-barang bergerak antara lain berupa barang-barang perhiasan (misalnya kalung emas dan gelang emas), surat berharga dan surat yang mempunyai harga (misalnya saham dan sertifikat deposito), mesin-mesin yang tidak terpasang secara tetap di tanah atau bangunan (misalnya genset), dan sebagainya. Pengikatan jaminan melalui Gadai memberikan jaminan kebendaan kepada krediturnya sebagai pemegang Gadai, artinya kreditur mempunyai hak menagih pelunasan piutangnya atas benda yang diikat dengan Gadai tersebut. Pengikatan jaminan melalui Gadai memberikan hak didahulukan atau hak preferen kepada kreditur sebagai pemegang Gadai, artinya kreditur tersebut akan memperoleh pembayaran didahulukan atas piutangnya dari hasil pencairan (penjualan) benda yang diikat dengna Gadai dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya.

2.    Hipotik
Lembaga Hipotik pada saat ini hanya digunakan untuk mengikat jaminan utang yang berupa kapal laut berukuran bobot 20 m3 atau lebih sesuai dengan ketentuan pasal 314 KUH Dagang dan UU No.21 tahun 1992 tentang Pelayaran, dengan mengacu antara lain kepada ketentuan Hipotik yang tercantum dalam KUH Perdata. Pengikatan kapal laut melalui Hipotik memberikan kepastian hukum bagi kreditur sesuai dengan dibuatnya akta dan sertifikat Hipotik yang dalam praktek pelaksanaannya adalah berupa Akta Hipotik berdasarkan perjanjian pinjaman dan Akta Kuasa Memasang Hipotik.

3.    Hak Tanggungan
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Pemberiannya merupakan ikutan dari perjanjian pokok yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya.

4.    Fidusia
Semula bentuk jaminan ini tidaklah diatur dalam perundang-undangan melainkan berkembang atas dasar yurisprudensi, di Indonesia baru diatur dalam undang-undang pada tahun 1999 dengan lahirnya Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia. Fidusia merupakan pengembangan dari lembaga Gadai, oleh karena itu yang menjadi objek jaminannya yaitu barang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Berdasarkan ketentuan umum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tersebut, Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Adapun pembebanan perjanjian lembaga hak jaminan yang diwajibkan atau diharuskan dilakukan dengan akta autentik adalah sebagai berikut:

  • Akta Hipotek kapal untuk pembebanan perjanjian jaminan hipotek atas kapal yang dibuat oleh pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal.
  • Surat Kuasa Membebankan Hipotek (SKMH) yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.
  • Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah.
  • Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang dibuat oleh notaris atau pejabat pembuat akta tanah.e. Akta jaminan Fidusia (AJF) yang dibuat oleh notaris.

Seiring dengan perkembangan ekonomi dan perdagangan, akan selalu diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit dan tentunya akan selalu memerlukan adanya jaminan. Hal ini demi keamanan pemberi kredit tersebut. Dalam arti piutang dari pihak yang meminjamkan akan terjamin dengan adanya jaminan. Seperti yang disebutkan dalam pasal 8 UU Jaminan fidusia, disinilah letak pentingnya lembaga jaminan untuk memberikan rasa aman bagi kreditur jika sewaktu-waktu debitur wanprestasi. Untuk keperluan pengikatan hutang piutang debitur sendiri perlu adanya jaminan. Sebab dari bentuk dan sifat jaminan inilah besar hutang yang diminta debitur dapat dilukiskan. Dengan kata lain jaminan merupakan syarat penting dalam perjanjian kerdit.