Hortikultura : Berjaya atau Sengsara Dikala Wabah? 

Zulfikar Halim Lumintang

Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST

Sayur, buah, dan tanaman obat adalah sumber vitamin yang lengkap bagi tubuh. Selain vitamin, banyak lagi kandungan zat yang bermanfaat, ketika mengkonsumsi sayur dan buah. Diantaranya adalah serat. Serat adalah zat yang mampu melancarkan pencernaan dalam tubuh, menjaga kesehatan usus, mencegah diabetes, dan mencegah serangan jantung. 

Untuk tanaman obat, Indonesia bisa dibilang merupakan rajanya. Bagaimana tidak, banyak sekali jenis tanaman obat yang tumbuh di Indonesia, namun tidak tumbuh di negara lain. Selama ini, tanaman obat hanya menjadi pilihan kedua setelah obat-obatan kimia. Harusnya mindset seperti ini harus dibuang jauh-jauh. 

Tanaman obat sudah tidak asing di telinga kita. Cobtohnya jahe yang berkhasiat menghangatkan tubuh di saat cuaca dingin, mengatasi masuk angin, mual dan gangguan pencernaan, dan mengobati batuk. Hingga temulawak yang berkhasiat mengobati gangguan ginjal, antiradang, mengatasi sendi yang sakit dan kaku, mengatasi sistem pencernaan yang terganggu, menjaga kesehatan hati, menguatkan jantung, hingga mencegah dan mengobati kanker. 

Di saat pandemi seperti ini, tanaman obat tentu menjadi alternatif pilihan. Yang paling viral saat ini adalah tanaman obat yang mampu menambah imunitas tubuh, yaitu kunyit. Bisa dibilang kunyit merupakan barang mewah saat ini, harganya di pasaran melonjak tinggi seiring dengan meningkatnya permintaan. 

Namun jika kita melihat secara subsektor pertanian, tanaman obat termasuk dalam subsektor tanaman hortikultura yang didalamnya juga terdapat sayur-sayuran dan buah-buahan. Tentu saja ketiga komoditas tersebut harusnya paling dibutuhkan pada saat wabah Covid-19 melanda Indonesia. Sehingga para petaninya pun harusnya bisa hidup dengan tenang. Tapi, apakah kenyataannya demikian? 

Tren NTP Tanaman Hortikultura 

Selama awal pandemi Covid-19 hingga sekarang (Februari 2020-April 2020), Nilai Tukar Petani Tanaman Hortikultura (NTPH) selalu menurun, atau memiliki tren negatif. Pada awal masa pandemi (Februari 2020) NTPH tercatat mencapai 104,32. Dalam kondisi ini, petani masih mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya. 

Indeks Harga yang Diterima Petani (It) Februari 2020 mencapai 109,84. Indeks tersebut menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani. Komoditas yang masuk dalam hitungan adalah sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman obat. It dari komoditas sayur-sayuran mencapai 110,79, It dari komoditas buah-buahan mencapai 106,76, dan It dari komoditas tanaman obat mencapai 112,32. 

Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) Februari 2020 mencapai 105,29. Indeks tersebut menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk proses produksi pertanian. Ib terdiri dari Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) mencapai 105,39 dan Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) mencapai 104,82. 

Pada Maret 2020, NTPH ternyata mengalami penurunan menjadi 103,50. Atau turun sebesar 0,79% dari bulan Februari 2020. Turunnya NTPH disebabkan oleh turunnya It Maret 2020 yang mencapai 0,56% dari Februari 2020 menjadi 109,22. Jika dilihat lebih jauh, diantara ketiga komoditas tersebut, sebenarnya hanya It dari sayur-sayuran yang mengalami penurunan dari Februari 2020 sebesar 0,82%. Pengaruh untuk hidup sehat ditengah pandemi, sudah mulai disadari dengan meningkatnya It buah-buahan sebesar 0,03%. Dan tanaman obat yang luar biasa kenaikan It nya yaitu mencapai 2,77%. 

Selain itu, Ib Maret 2020 yang mengalami kenaikan 0,22% dari Februari 2020 juga menjadi penyebab turunnya NTPH. Tercatat IKRT meningkat 0,24% dari Februari 2020 menjadi 105,65 dan Indeks BPPBM meningkat 0,19% dari Februari 2020 menjadi 105,02. 

Selanjutnya, pada April 2020, NTPH kembali mengalami penurunan sebesar 1,18% menjadi 102,28. Sama halnya dengan kondisi Maret 2020. Penurunan NTPH pada bulan April 2020 ini disebabkan oleh turunnya It April 2020 dan naiknya Ib April 2020. It April 2020 turun sebesar 1,00% menjadi 108,13. Lagi dan lagi, It yang mampu mengalami kenaikan di bulan April adalah It buah-buahan (0,54%) dan It tanaman obat (2,65%). Sedangkan Ib April 2020 naik sebesar 0,17% menjadi 105,71. 

Dari sajian data diatas, bisa kita lihat sebenarnya diantara tiga komoditas tanaman hortikultura, hanya petani sayur-sayuran saja yang mengalami "penurunan keuntungan" selama masa pandemi (Februari 2020-April 2020). Hal ini bisa menjadi pengingat kita, bahwa keuntungan petani sayur-sayuran selama masa pandemi terus berkurang. Namun, harga para pedagang sayuran di pasar malah berlaku sebaliknya. 

Solusi Alternatif 

Secara agregat, subsektor tanaman hortikultura sebenarnya memiliki NTP paling tinggi (April 2020) diantara subsektor pertanian yang lain. Bahkan ada subsektor pertanian yang petaninya malah mengalami defisit. Hal ini dinilai wajar, karena wabah Covid-19 seolah mewajibkan kita untuk banyak mengkonsumsi sayur, buah dan tanaman obat. Sehingga permintaan pasar untuk subsektor hortikultura sangat tinggi. 

Tetapi, tren menunjukkan bahwa NTPH selalu mengalami penurunan pada periode Februari 2020-April 2020. Artinya semakin kesini, bisa dibilang keuntungan petani tanaman hortikultura di Indonesia semakin menipis ditengah pandemi. Khususnya petani sayur-sayuran. 

Patut disadari bahwa sayur-sayuran merupakan komoditas yang tidak tahan lama, jika dibandingkan dengan buah-buahan dan tanaman obat. Oleh karena itu, petani sayur-sayuran harus memerlukan waktu yang singkat untuk memasarkan produknya setelah panen. Jika tidak, sayur-sayuran akan cepat busuk dan tidak layak konsumsi lagi. 
Metode menanam secara hidroponik memang sedang booming untuk saat ini. Tapi metode tersebut belum menyebar secara menyeluruh ke seluruh komunitas petani sayur-sayuran.

Produk tanaman hidroponik juga tidak cepat busuk, mengingat bisa dipetik atau dijual saat masih ditanam dalam air. Sayur-sayuran hasil hidroponik pun lebih segar dan lebih menyehatkan tentunya. Karena tidak ada pestisida yang disemprotkan. 

Jadi, ada baiknya jika petani sayur-sayuran menerapkan metode tanam hidroponik ini di tengah pandemi. Mereka bisa menanam di rumah mereka tanpa perlu ke kebun. Dan memasarkan produknya pun juga bisa dari rumah. Jika hal ini sudah diterapkan maka It dari tanaman sayur-sayuran bisa meningkat. Sehingga bisa mendongkrak NTPH pada bulan berikutnya. 

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Penulis merupakan Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara