Hindari Delik Pidana, Wartawan Harus Patuhi Hak Koreksi

Kamsul Hasan

Bengkulutoday.com - Ahli pers Kamsul Hasan mengatakan, seorang jurnalis harus mematuhi hak koreksi sebagaimana diatur dalam UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Lebih rincinya, hak koreksi tertuang dalam pasal 5 ayat (3) UU No 40 tahun 1999 tentang Pers maupun pasal 10 Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

"Jadi, meski wartawan atau pers sudah diperintahkan untuk bekerja dengan cermat, kemungkinan terjadi kesalahan tetap ada," kata Kamsul Hasan.

Masih menurut Kamsul Hasan, manusia itu memang tempatnya salah. "Nah, kalau dia berprofesi sebagai wartawan melakukan kesalahan kerja, segeralah koreksi," imbuhnya.

Perintah Pasal 5 ayat (3) UU Pers dan atau Pasal 10 KEJ ini jarang dilakukan wartawan atau perusahaan pers karena gengsi, kata Kamsul lagi

Padahal pengakuan bersalah dan segera mengoreksi, bahkan mencabutnya bila itu dimungkinkan merupakan langkah baik.

"Berita yang salah dan tidak dikoreksi bisa dijadikan alat bukti. Ini sekaligus menggambarkan bahwa mereka tidak memiliki itikad baik," jelasnya..

Padahal itikad baik atau itikad buruk yang dimaksud Pasal 1 KEJ, bisa juga dikaitkan dengan hak koreksi. "Itu sebabnya saya sarankan patuhi hak koreksi," katanya lagi.

Wartawan dan atau perusahaan pers juga harus memahami produk yang salah bisa jadi alat bukti. Bahkan masih bisa dipidana sebelum daluarsa.

Tentang daluarsa tuntutan pidana sebagaimana diatur Pasal 78 ayat (1) KUHP bisa sampai 12 tahun bila ancaman hukumannya di atas 3 tahun.

Membuka  identitas anak berhadapan dengan hukum sebagaimana diatur Pasal 19 Jo. Pasal 97 UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) diancam 5 tahun penjara.

"Jadi bila produk jurnalistik kalian khilaf atau keliru, soal identitas anak yang terbuka apalagi pada media online segeralah koreksi," sampainya.

Bila tidak alat bukti itu masih bisa diproses hukum apabila dilaporkan oleh korbannya. "Bayangkan berita Januari 2020 masih bisa dilaporkan sampai Januari 2032," imbaunya.

Selain Pasal 5 ayat (3) UU Pers, perintah koreksi juga ada pada Pasal 10 KEJ dan Butir 5 Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS).

"Tinggal sekarang kita memiliki itikad baik dengan melakukan koreksi sesuai perintah di atas atau kita biarkan berita salah itu menjadi alat bukti dan pertanda itikad buruk," pungkasnya.