Hidup Bermasyarakat dengan Penderita Infeksi HIV

Penderita Infeksi HIV tetap layak bermasyarakat

Infeksi HIV merupakan masalah kesehatan global. Di Tahun 2016, Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat sekitar 1 juta penderita HIV meninggal di seluruh dunia. 

Berdasarkan data yang didapatkan dari UNAIDS (United Nations Program on HIV/AIDS) di tahun 2016, terdapat sekitar 620.000 penderita infeksi HIV (ODHIV) di Indonesia. 3200 kasus terjadi pada anak-anak, dan angka kematian akibat penyakit ini mencapai 40.000 kasus. Siapa pun dapat berisiko terkena HIV, oleh karena itu penanganan serta pencegahan persebaran penyakit ini harus bermula dari dukungan dan pemahaman terhadap ODHIV.

Diskriminasi dan Stigma terhadap ODHIV

Tidak hanya berusaha untuk tetap hidup sehat, ODHIV menghadapi tantangan lain yang tidak kalah berat: stigma dan diskriminasi. Tidak sedikit ODHIV yang kehilangan pekerjaan, ditolak oleh keluarga dan teman-temannya, atau bahkan menjadi korban kekerasan. Data dari UNAIDS menyebutkan bahwa 62,8% masyarakat di Indonesia enggan berinteraksi dengan ODHIV.

Ada beberapa hal yang melatarbelakangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV, yaitu:

  • HIV adalah penyakit yang ditakuti, namun tidak sepenuhnya dipahami oleh banyak orang.
  • Sebagian orang masih memercayai hal yang salah, bahwa HIV dapat menyebar melalui kontak fisik seperti bersentuhan atau sebatas berbagi gelas. Hal ini membuat ODHIV cenderung dijauhi.
  • HIV dan AIDS sering diidentikkan dengan pelaku perilaku tertentu seperti pengguna obat terlarang dan pelaku seks bebas. Stigma ini membuat orang beranggapan bahwa virus tersebut diidap karena lemahnya moral ODHIV.

Dengan stigma sosial, muncullah diskriminasi terhadap ODHIV, seperti dikeluarkan dari kantor atau sekolah karena mengungkapkan diri sebagai ODHIV atau tidak diperkenankan menggunakan fasilitas umum seperti tempat ibadah.

Pemerintah dan profesional medis tentunya berperan penting dalam mengurangi stigma masyarakat umum terhadap ODHIV. Edukasi mengenai ODHIV dapat meningkatkan pengertian masyarakat tentang penyakit ini.

Memberi Tahu Orang Lain

Stigma-stigma dan diskriminasi di atas sering membuat ODHIV enggan untuk mengungkapkan kondisinya kepada orang lain. Tapi menginformasikan kepada orang-orang tertentu bahwa Anda mengidap HIV sebenarnya membawa banyak manfaat, seperti:

  • Anda tidak lagi sendirian menjalani hidup dengan HIV. Ada dukungan dan kasih sayang dari orang-orang terdekat yang membuat Anda percaya diri.
  • Anda lebih berpeluang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan.
  • Anda turut berkontribusi mencegah kemungkinan persebaran virus kepada orang lain, terutama pasangan.

Meski demikian, begitu terdiagnosis, Anda tidak harus segera memberitahu kondisi Anda kepada semua orang. Ambil waktu dan bersikaplah selektif dalam menentukan siapa yang perlu tahu situasi Anda. Pastikan hal berikut:

  • Mulailah dengan orang terdekat dan yang paling Anda percaya terlebih dahulu seperti pasangan.
  • Ketahui alasan kuat kenapa Anda perlu memberitahukan kondisi Anda ke orang tersebut.
  • Bersiaplah untuk reaksi terkejut atau bahkan reaksi buruk yang mungkin Anda terima.
  • Lengkapi diri dengan informasi lebih dalam tentang HIV. Orang yang Anda beritahu mungkin akan menanyakan beberapa hal tentang penyakit Anda.
  • Tidak sekadar memberitahu, Anda mungkin ingin menyampaikan rencana pengobatan dan beberapa perubahan yang perlu dilakukan untuk menangani HIV.
  • Jika memutuskan untuk bicara pada atasan, sertakan surat keterangan dari dokter dan informasikan apakah kondisi Anda akan berpengaruh pada pekerjaan Anda.

Pada beberapa kasus, menginformasikan kondisi Anda bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Misalnya pada pengelola asuransi kesehatan dan jiwa.

Menyadari Konsekuensi dan Mengurangi Risiko

Mengidap HIV membuat Anda tidak lagi dapat melakukan beberapa hal seperti mendonorkan darah. Selain menjaga kesehatan diri, Anda berkewajiban untuk tidak menularkan HIV kepada orang lain.

HIV menyebar melalui cairan tubuh seperti air mani, darah, cairan vagina, dan air susu ibu (ASI). Penularan virus ini paling umum terjadi dalam hubungan seksual tanpa proteksi, sehingga menggunakan kondom menjadi salah satu solusi untuk mengurangi risiko penularan pada pasangan Anda. Selain itu, seorang ibu berisiko meneruskan virus melalui kandungan, saat proses persalinan, atau melalui pemberian ASI. Tapi dengan langkah pengobatan yang ada, seorang wanita bisa hamil dan bersalin tanpa menularkan HIV ke anaknya.

Berbagi alat perlengkapan menyuntik dapat meningkatkan risiko penyebaran karena peralihan darah yang mengandung HIV. Hindari juga berbagi alat suntik untuk konsumsi obat-obatan.

Mencari Dukungan

Anda tidak sendiri. Menurut data UNAIDS 2015, terdapat sekitar 690.000 ODHIV di Indonesia. Selain dengan paramedis dan kerabat dekat, Anda dapat berbagi informasi dengan sesama ODHIV untuk mendapatkan dukungan dan penanganan yang tepat.

Anda dapat bergabung dengan Komunitas AIDS Indonesia dan menemukan institusi yang memberikan tes dan pelayanan bagi ODHIV di kota Anda. Forum tentang berbagai informasi seputar HIV juga dapat diakses di Yayasan Spiritia.