Empu Muda Sakti, Bisa Membuat Keris di Angkasa dan di Dalam Laut

Ilustrasi

Bengkulutoday.com - Sebuah cerita oleh Kanjeng Sunan Lumping...

Usaha Prabu Brawijaya untuk membuat keris dengan dapur nagasasra masih belum berhasil. Segala empu yang dikumpulkan dari seluruh penjuru kerajaan tidak juga berhasil menciptakan keris itu, sehingga Patih Gajah Mada pun disuruhnya pergi mencari Empu yang sanggup mengerjakan titah Baginda itu, dan dilarang pulang bila tidak berhasil.

Pada suatu hari ketika Baginda melihat-lihat kerja para empu pandai keris, ia ingat akan Ki Supa yang pada waktu itu hadir. Baginda berkata kepada Empu Supadriya :

“ Empu Supadriya. Di manakah anakmu Supa? Saya tidak melihatnya ? “

Empu Supadriya : “ Ampun Tuanku. Pacal Tuanku Ki Supa sekarang ada di Tuban, diambil menantu oleh Adipati Wilatikta."

Baginda : " Kalau begitu, pergilah ke Tuban, panggillah anakmu itu "
Empu Supadriya : "Daulat Tuanku, titah Tuanku Patik junjung “

Empu Supadriya segera ke luar , terus berangkat ke Tuban...

Kita tinggalkan yang ada diperjalanan, kita tengok yang ada di kadipaten Tuban. Kinom atau Supa Anom putra Ki Supa yang ditinggal pergi oleh ayahnya. Ia tumbuh dengan pesat, seperti diburu-buru tumbuhnya tapi hatinya senantiasa bersedih, karena rindu akan ayahnya..

Ia jarang sekali makan, sekali dua kali sebulan. Banyak-banyaklah ia pergi ke hutan untuk bertapa. Lama-Iama ia menjadi sakti dapat bergaul dengan roh-roh halus' Mampu berpande di angkasa dan di dalam air, karena dipungut anak oleh mpu Anjanirama.
Pada suatu hari, Kinom menghadap kakek dan ibunya. Ia bertanya tentang ayahnya, .

pertanyaan yang sudah diulanginya untuk beberapa kali. Tapi kali ini kakeknya menjawab dengan tebih panjang lebar :

" Cucuku. Ayahmu sedang mengikuti gurunya yaitu Sunan Kalijaga yang sedang berkelana. Sukar untuk dapat mengatakan di mana sekarang, karena Sunan Kalijaga itu amat sakti, pergi tak ketahuan tujuannya, datang tak ketahuan datangnya “

Kinom : " Siapakah Sunan Kalijaga itu, nenda? "
Adipati Wilatikta : " Sebenarnya Sunan Kalijaga itu masih pakdemu sendiri, , kakak ibumu ini. Apakah kamu tak ingat ketika pakdemu itu datang kemari, lalu disuguhi ayam panggang oleh ibumu? Kau pun ikut makan daging ayam itu. Lalu ayam itu hidup kembali ? "
Kinom : " Hamba tiada ingat lagi. Tapi apakah sebabnya ayam saya tak berbrutu? “
Adipati Wilatikta : " Ya cucuku. Juga Si Reges, ikan tak berdaging di kolam ltu adalah kenang-kenangan dari pakde mu itu “

Sedang mereka bercakap-cakap itu, datanglah Tumenggung Supadriya dari Majapahit. Dengan hormat ia dipersilahkan naik dan duduk. Setelah bertukar salam' empu Supadriya berkata :

" Adipati Wilatikta. Kedatangan hamba ini kecuali menengok adi sekeluarga ada juga tugas yang saya bawa. Seluruh empu dikerajaan Majapahit dititahkan berkumpul di Majapahit, oleh karena itu saya datang untuk menjemput menantu adi Ki Supa “

Adipati Wilatikta : " Ah kakang Tumenggung. Putera kakang sedang pergi dengan gurunya mengedari dunia. Baru saja cucu kakang bertanyakan ayahnya, , katanya hendak menyusul “

Empu Supadriya turun dari tempat duduknya, dipeluknya Kinom dan dibawa duduk di dekatnya..

Kinom bertanya kepada sang adipati :
" Siapakah tamu ini kakek? "

Empu Supadriya menjawab : " Akupun kakek mu ngger. Aku ini ayah dari pada ayahmu "
Alangkah suka Kinom mendengar jawaban itu. Dia seperti bertemu dengan ayahnya sendiri. Keesokan harinya ketika Empu Supadriya hendak kembali, Kinom ingin ikut , tiada lagi dapat ditahan-tahan. Akhirnya diijinkanlah ia ikut ke Majapahit. Tiba di Majapahit, Empu Supadriya langsung menghadap Sri Baginda, katanya :

" Tuanku. Ketika hamba datang di Tuban, pacal Tuanku , Ki Supa tidak ada di rumah. Ini hamba bawa anaknya yang bernama Kinom, dengan maksud agar supaya ayahnya lekas menyusul kemari "

Baginda berkata : " Betul apa yang kau kerjakan itu. Sekarang ingin aku bercakap-cakap dengan cucumu itu "

Kinom dianjurkan ke muka oleh kakeknya. Baginda berkata :

“ Wahai Supa Anom. Kamu anak seorang empu, cucu empu. Dapatkah engkau berpande? Cobalah jawab : Dapatkah kau membuat keris dengan dapur nagasasra? "

Kinom menjawab : "Tuanku. Hamba pernah juga bermain pande keris. Besalen hamba di lautan Jawa. Tentang titah Tuantu membuat keris berdapur nagasasra itu, hamba tak berani rmenyanggupi, hanya hamba akan mencobanya. Dengan doa restu Baginda semoga dapat melaksanakan titah Tuanku itu. Hanya hamba mohon, agar segala macam besi tua, besi bekas dan sebagainya dibawa ke pantai lautan Jawa, dekat Tuban, tempat beselen hamba "

Baginda dan Empu Supadriya terheran-heran. Mereka tidak mengira, anak yang semuda itu dapat berkata seperti itu. Oleh karena itu timbul harapan Baginda, bahwa mungkin Kinom akan dapat membuat keris yang dikehendaki Baginda. Dengan tidak ayal lagi Baginda memerintahkan untuk memenuhi permintaan Kinom, si pande keris yang berpande di lautan.
Tersebutlah pula Ki Supa yang sekarang bergelar Adipa Pangeran Sendang Sedayu. Ia ingat anak istrinya yang ditinggalkan di kota Tuban. Juga ia ingat akan Kyai Sengkelat yang disembunyikan di sungai. Tetapi berat pula ia meninggalkan istrinya yang bernama Retna Sugiyah, karena isterinya sedang mengandung tujuh bulan.

Tetapi ingatan akan tugas membawa pulang Kyai SengkeIat dapat mengatasi perasaannya. Oleh karena itu , pada suatu hari ia minta diri kepada istrinya untuk pulang ke Tuban. Pada waktu berpisah ia berpesan : ( Diceritakan pada lain waktu ) capeeee nulisnya GAEIS.

Pangeran Sendang Sedayu dengan cepat pergi, tidak menoleh-noleh , ia menuju ke Belambangan dan dengan diam-diam dapat mengambil Kyai Sengkelat dari sungai. Dibungkusnya keris dalam upih, Ialu disimpan di bawah pakaiannya. Dengan cepat ia kembali ke Tuban.

Sunan Kalijaga sedang ada di pertapaannya di pulau Upih. Ia rnengetahui, bahwa kemenakannya sedang dalam kesukaran, karena tetah terlanjur sanggup kepada Prabu Brawijava untuk membuat keris dengan dapur nagasasra. Telah banyak sekali besi ditempanya, tetapi tak ada yang jadi.

Sunan KaIi amat kasihan.Timbul maksudnya untuk menolong. Sunan KaIi menyentuh air terasa panas sekali .....

KI AGENG SELA

Adipati Natapraja mempunyai seorang saudara seperguruan yang sangat dipercaya dan amat sangat setia kepadanya , yaitu Ki Ageng Sela. Mereka sama-sama murid Sunan Kalijaga.

Ki Ageng Sela itu sebenarnya putera dari Raden Getas Pendawa dan cucu dari Raden Lembu Peteng yang kawin dengan Dewi Nawangsih, yang kemudian juga disebut Ki Ageng Tarub. Ya Ki Ageng Sela itu keturunan Tarub, keturunan Raden Kidang Telangkas dengan Dewi Nawangwulan. Setelah dewasa , Ki Ageng Sela kawin dengan puteri dari Sumedang yang masih tergolong cucu Ratu Dwarawati, jadi ada darah Cempa. Ki Ageng Sela tak mau tetap tinggal di Tarub, Ialu pindah ke Sela. Itulah sebabnya ia disebut Ki Ageng Sela. Adipati Natapraja sangat kasih akan Ki Ageng Sela, ia diangkat menjadi penasehat pribadi, tak pernah pisah dengan sang Adipati Natapraja
Pada suatu hari adipati Natapraja mempunyai kehendak meminta Prabu Brawijaya untuk masuk Islam dan mendirikan mesjid di Majapahit. Bersama-sama dengan Ki Ageng Sela, Patih Wanasalam dan Iman Sumantri , seorang murid Sunan Kali yang lain, Adipati Natapraja berangkat ke Majapahit dan menghadap Prabu Brawijaya. Setelah Adipati mengajukan permohonannya, Prabu Brawijaya memperingatkan sang Adipati akan kata-kata Baginda pada waktu mengangkat Raden Patah menjadi adipati, yaitu : rakyat boleh memeluk agama Islam dengan sukarela' tetapi Baginda sendiri akan tetap Budha.

Adipati Natapraja sangat malu dan kecewa hatinya. Ia bermaksud memaksa Prabu Brawijaya dan menundukkan Majapahit, dengan kekerasan. Oleh karena itu, ia menghadap Sunan Ngampel untuk mohon restu. Sunan Ngampel memberi nasehat sebagai berikut : " Janganlah tergesa-gesa anakku. Janji Tuhan ialah setahun lagi. Prabu Brawijaya itu seorang yang arif dan telah tahu apa yang akan terjadi. Bila telah datang waktunya, Baginda akan “muksa". Baginda tak mau Islam, karena Baginda sudah ditakdirkan untuk jadi raja Budha yang terakhir. Sekarang, sambil menunggu waktu, baiklah kamu pergi kepada para mukmin untuk minta persetujuan dan bantuan mereka dan mengunjungi para wali untuk mohon restu dan bantuan ".

Adipati Natapraja sangat berterima kasih atas nasehat Sunan Ngampel itu, lalu pergi berkelana dengan ketiga pengikutnya. Didatanginya pesantren-pesantren untuk memperbincangkan dakwah ke Majapahit. Sudah barang tentu mendapat sambutan yang hangat dan persetujuan dari segala pihak.

Bersambung ..........