Elfahmi Lubis: Penerapan e-recap dalam Pilkada 2020

Elfahmi Lubis

Penerapan sistem e-voting atau e-recap dalam Pilkada serentak 2020 mungkin menjadi alternatif bagi Komisi Pemilihan Umum, ditengah wabah Covid-19 yang entah kapan berakhir. Penggunaan teknologi IT dalam Pemilu bukan hal baru, dibanyak negara demokrasi cara yang sudah lama dilakukan.

Disampingnya, biaya murah, efisien, dan mampu memanilisir terjadinya manipulasidalam proses penghitungan suara.  Selain itu penggunaan e-recap dalam Pilkada sangat dimungkinkan karena jumlah pemilih tidak seruwet Pemilu Presiden dan Pemilu legislatif. Ambil saja contoh untuk Pilkada Gubernur Propinsi Bengkulu, hanya melibatkan lebih kurang 2 juta pemilih.

Apalagi di tingkat Pilkada Kota dan Kabupaten, hanya melibatkan kurang dari 200 ribu pemilih. Secara teknis, penerapan e-voting atau e-recap dalam Pilkada tidak begitu rumit bagi penyelenggara Pemilu. Sementara itu untuk kesiapan perangkat teknologi informasi, selama ini baik KPU maupun Bawaslu sudah memiliki perangkat IT memadai dan terjamin keamanannya.

Soalnya, sebelum ini KPU telah terbiasa menggunakan teknologi informasi mulai dari soal DPT, sistem kampanye, dan penghitungan suara. KPU selama ini sudah menggunakan SITUNG dalam  proses penghitungan suara, yang sebenarnya pola dan sistem kerjanya  tidak jauh berbeda dengan e-voting atau e-recap.

Mengapa formula e-voting dan e-recap ini perlu menjadi alternatif? Jawabnya, saat ini tidak kepastian bahwa pandemi Covid-19 ini kapan benar-benar berakhir. Keputusan pemerintah, DPR dan penyelanggara pemilu yang menunda Pilkada serentak 2020 pada 20 Desember 2020  menurut saya baru keputusan yang bersifat prediktif, berdasarkan asumsi bahwa pandemi Covid-19 akan berakhir disekitar bulan Juni dan Juli 2020.

Tapi melihat cara pemerintah dalam penanganan Covid-19 ini yang cenderung tidak full performance seperti saat ini rasanya sulit pandemi ini akan berakhir dalam waktu dekat, bahkan ada yang memprediksi kondisi justru akan kembali normal diakhir 2021.

Apalagi ditambah rendahnya kesadaran dan sikap disiplin masyarakat untuk memutuskan rantai penularan. Sementara sirkulasi kekuasaan elit daerah, baik gubernur maupun bupati/walikota mendesak dilakukan, karena secara yuridis masa bakti kepala daerah akan habis diakhir tahun ini.

Untuk menghindari terjadi vocum of power kekuasaan di daerah, maka tidak ada cara lain pemerintah bersama penyelenggara pemilu perlu memikirkan Pilkada alternatif, dan saya mengusulkan dengan cara e-voting atau e-recap. Apakah ini akan menjadi kenyataan, kita tunggu waktu yang akan menjawabnya.

-------------------------------------

Elfahmi Lubis, Dosen UMB