Bengkulu - Permasalahan sengketa atau klaim lahan tanah kepemilikan di Kelurahan Pekan Sabtu berbuntut dengan laporan dari Kuasa Hukum Ahli Waris Benni Hidayat SH, dimana dirinya bersama rekan wartawan online melaporkan dugaan pencemaran baik terhadap dirinya dan wartawan online ke Polda Bengkulu, Kamis (12/12) siang.
Sebelumnya, laporan ini atas dasar dugaan melaporkan pengerusakan pondok LSM, tanam tumbuh dan baleho logo ormas yang berada di Lahan pekan Sabtu tersebut. Menariknya lagi dalam laporan itu, Benni dituliskan mengerahkan sebanyak 20 preman bersama salah satu rekan wartawan media online.
Kejadian ini bermula ketika Benni Hidayat, SH melakukan pemantauan lapangan selaku kuasa hukum dari Rio Sabri Ahli Waris Tanah Seluas 16 Hektar di Kelurahan Pekan Sabtu, pada Selasa (12/11) lalu. Dimana hak kepemilikan ini juga diakui oleh salah satu terlapor berinisial UP ke Subdit Kamneg Polda Bengkulu beberapa waktu lalu.
Kronologisnya, Benni saat itu melakukan pemantauan langsung ke lahan yang saat itu melihat kondisi lahan tepatnya di Perumahan Griya Pelangi Pekan Sabtu Bengkulu. Saat itu diduga terlapor YM berpakaian kemeja putih menghampiri dirinya. Merasa memiliki wewenang hukum dalam perkara itu, Benni pun menanyakan identitas YM.
"Saat itu saya, menanyakan darimana YM ini. Wajar saya bertanya selaku kuasa hukum yang sah memiliki wewenang dalam menangani hal perkara ini," ujarnya.
Dijelaskan oleh Benni, YM (53) warga kelurahan Sumber Jaya Kota Bengkulu saat itu mengaku dari salah satu LSM dan Wartawan ini yang ingin juga meliput di lahan perumahan itu.
"YM ini mengaku sebagai wartawan online, kemudian menanyakan soal permasalahan tanah itu. Memang saat itu saya sempat menanyakan dari media online mana, karena ingin memastikan keabsahan sebagai profesi wartawan atau jurnalistik yang baik," tambahnya.
Kemudian, Benni meminta agar menjaga etika jurnalistik dalam melakukan peliputan. Menurutnya, penggunaan kamera atau perangkat perekam, seperti handphone, untuk merekam atau mewawancarai seseorang harus didahului dengan izin dari narasumber. Ia menekankan hal ini berdasarkan pengalamannya sebagai mantan wartawan yang memahami pentingnya kode etik dalam profesi jurnalistik.
"Dia yang mengaku wartawan ini juga menyelipkan handphone (dikantong baju depan.red) dengan kamera menghadapkan ke arah wajah saya dan rekan wartawan yang meliput disana. Wajar karena saya juga merupakan dulu profesi wartawan, sehingga ada kode etik yang perlu dijaga, maka saya tidak mau kamera handphone itu mengarahkan terhadap kami. Perlu diketahui, untuk menanyakan atau wawancara tentu harus ijin terhadap narasumber," tegasnya.
Setelah itu, lebih kurang dari satu jam Benni berserta rekan lainnya didatangi sosok wanita berjilbab dengan berkacamata yang diduga juga merupakan komplotan dari YM, berinisial SR yang mengaku sebagai salah satu Ketua Ormas. Lebih lanjut Benni, selaku kuasa hukum dirinya ingin memastikan letak permasalahan sengketa lahan. Benni pun menegaskan bahwa dirinya dan rekan wartawan yang meliput saat itu tidak melakukan pengrusakan atas tudahan dari pihak YM.
"Kemudian kami dikunjungi oleh si SR ini, yang mengaku ketua LSM disana. Secara terang terangan untuk tidak menganggu lahan itu, saya juga memberikan jawaban bahwa dari ahli waris klien kami ini memiliki surat tanah yang sah bahkan dari tahun 1980 lalu. Maka dari itu, saya hanya mendamping klien saya, perlu dicatat bukan merusak. Wajar ada pemilik yang sah ingin membersihkan lahannya, masa dikatakan mengerusak maka tidak wajar sekali," tambah Benni.
Lebih lanjut Benni, berharap kedatangannya ke Polda Bengkulu dapat menangani perkara ini secara profesional dan objektif dalam menempuh keadilan kliennya yang merupakan pemilik sah ahli waris tanah tersebut.
"Makanya kami datangi ke SPKT hari ini ke Polda Bengkulu karena bukan LP tapi Dumas (Pengaduan Masyarakat.red) dimana menuduh kami, dan rekan wartawan meliput disana atas dugaan pengerusakan. Tentunya juga ini mencoreng nama baik saya dan wartawan online disana. Saya juga perlu sampaikan, kedatangan wartawan online disana dikarenakan memang pemberitaan sebelumnya viral sehingga banyak menjadi sorotan awak media. Kami juga meminta agar penegak hukum dalam hal ini Subdit Kamneg Polda Bengkulu secara profesional dan objektif menyelesaikan perkara ini," tutupnya.
Warga Akui Lahan Milik Keluarga Sabri Zakaria
Sementara itu, sejumlah warga Kelurahan Pekan Sabtu, Kecamatan Selebar, Kota Bengkulu mengakui bahwa tanah yang sedang berkonflik di wilayah tersebut merupakan milik H. Sabri Zakaria.
Pengakuan Ketua RT 18 Kelurahan Pekan Sabtu, Yupratmansyah mengungkapkan bahwa, hamparan luas lahan yang berlokasi di Pekan Sabtu berdasarkan sepengatahuan warga di RT 18 Kelurahan Pekan Sabtu adalah milik H. Sabri Zakaria sudah sejak lama.
"Saya masuk di sini tahun 2004, setahu saya dari orang-orang yang disini bahwa lahan itu punya Pak Sabri orang PU," ujar Yupratmansyah.
Ia mengatakan, lahan tersebut dahulunya masih hutan serta ada bangunan lapangan tenis dan bangunan kolam renang yang dijaga oleh seseorang. Yupratmansyah menyebutkan, di lahan H. Sabri Zakaria tempat mereka mencari jengkol dan buah-buahan.
"Dulu masih hutan, yang ada juga bangunan lapangan dan kolam renang. Dulu ada penjaganya disitu," katanya.
Senada yang diungkapkan Mahani, warga yang sudah sejak tahun 1998 tinggal di dekat lokasi, mengungkapkan bahwa lahan tersebut milik Sabri Zakaria sejak dulu.
"Setahu kami sampai kini milik Sabri tulah," tegasnya.
Ia mengaku bahwa, dirinya juga sering mencari kayu bakar di tempat itu, karena memang dulu masih hutan dan semak belukar dan dijaga oleh orang yang bernama almarhum rustam
"Dulu kami sering ambil kayu bakar di situ. Dan dijaga oleh pak Rustam," sambungnya.
Dikuatkan juga, oleh warga setempat Bapak Rozali bahwa, benar lahan yang berkonflik tersebut adalah milik Sabri Zakaria, namun memang belum dilakukan pengarapan sehingga banyak orang yang melakukan penyetoran lahan.
"Itu memang tanahnya, (Sabri Zakaria,red), tapi tidak digarap, kalau penyerobotan tanah ini terjadi 3 tahun terakhir ini," pungkas Rozali.