Ditengah Pandemi Corona, Apa Kabar Ekonomi Indonesia?

Ilustrasi

Oleh: Daniel Regis Levandra (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu)

Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Walaupun lebih banyak menyerang lansia, virus ini sebenarnya bisa menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui. Infeksi virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan.

Hal tersebut membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini.

Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).

Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan virus penyebab Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Meski disebabkan oleh virus dari kelompok yang sama, yaitu coronavirus, COVID-19 memiliki beberapa perbedaan dengan SARS dan MERS, antara lain dalam hal kecepatan penyebaran dan keparahan gejala.

Fakta bahwa berhasilnya COVID -19 masuk ke Indonesia tentu saja menimbulkan kekhawatiran yang cukup massive bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, melalui adanya fakta penyebaran yang sebegitu cepat bagai kilat, serta korban jiwa yang dihasilakan oleh serangan virus ini memang menjadi hal yang mendukakan untuk di dengar.

Seakan menyerang dari segala arah, COVID-19 tidak hanya berdampak buruk secara langsung bagi kesehatan, tapi dalam hal ini secara tidak langsung penyebaran virus Corona berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dan berdampak pada perekonomian dunia dari perdagangan, investasi dan pariwisata.

Menurut lembaga penelitian ekonomi center of reforms on Economic ( CORE ) yang memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran minus 2 persen hingga 2 persen . Angka tersebut dapat dicapai jika pemerintahan melakukan langkah-langkah yang lebih ketat dalam pencegahan penularan virus Corona.

Dalam kaitan analisa dampak ini, Visi  mengumpulkan berbagai informasi untuk memperkirakan dampak yang terjadi pada perekonomian Indonesia. Adapun studi dilakukan pada Februari hingga awal Maret. Analisa yang dilakukan berawal dengan melihat hubungan ekonomi antara Indonesia dan China, sebagai episentrum awal penyebaran virus. 

Dalam 5 tahun terakhir, China selalu menempati tiga besar mitra dagang utama Indonesia. Malahan, sejak 2014, China merupakan negara asal impor dengan nilai terbesar bagi Indonesia.

Berdasar kategori barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal sepanjang Januari hingga Desember 2019, makin kentara ketergantungan Indonesia terhadap China. Dari ketiga kategori barang yang diimpor oleh negara ini, sebanyak 37% barang konsumsi, 25% bahan baku penolong, dan 44% barang modal jelas diimpor dari China.
Dalam hal investasi langsung, selama rentang 5 tahun terakhir (2016—2019), Indonesia menerima aliran investasi China sebesar US$13,2 miliar atau peringkat ketiga terbesar bagi Indonesia. 

Selain di bidang investasi, China juga memiliki peran besar dalam sektor pariwisata di Indonesia. Dalam kurun 8 tahun, turis China meningkat jumlahnya sebanyak 309%, yaitu dari 511.000 pada pada 2010 menjadi 2,14 juta pada 2017.

Peneliti Senior Visi , Sita Wardhani menuturkan dari sisi produksi rata-rata produsen dalam negeri memiliki stok bahan baku hingga Maret dan April 2020. Jika pada bulan-bulan tersebut belum juga ada pasokan dari China atau hanya terpenuhi sedikit, proses produksi pabrik di Indonesia dapat terhambat. 

Pemerintah dalam hal ini bersama Bank Indonesia dan otoritas terkait berkomitmen akan terus memperkuat Sinergi kebijakan untuk memonitor dinamika penyebaran COVID-19 termasuk dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.

Menurut Sekertaris Jenedral Badan Pengurus Pusat HIPMI, Bagas Adhadirgha menjelaskan bahwa situasi perekonomian yang semakin memburuk akan di perlukan gugus tuntas ekonomi untuk mengawasi kebijakan pemerintah dan realisasi di lapangan, serta berkoordinasi dengan pemerintah daerah.

Bagas juga berharap DPR segera menyetujui Perpu nomor 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan di tengah wabah korona. Ini karena Perpu tersebut memiliki poin-poin pentingnya kebijakan pemerintah terutama stimulus menghadapi wabah ini, serta pelebaran defisit anggaran.

Pemerintah juga memastikan kebutuhan masyarakat terjamin, pemerintah juga melakukan karantina jika dibutuhkan untuk mencegah penyebaran wabah Corona. Presiden Joko Widodo mengumumkan ia menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang- undang (Perppu)  yang terbitkan untuk menanggulangi dampak wabah Corona di Indonesia.

Jokowi mengklaim Perppu baru tersebut memberikan fondasi bagi pemerintah, otoritas perbankan dan otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah yang luar biasa dalam upaya menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional serta stabilitas sistem keuangan.

Menurut analisis Widyar, pandemi tidak akan bertahan bertahun-tahun di Indonesia. Melalui peran aktif seluruh warga negara, penurunan jumlah kasus Covid-19, seharusnya dapat lebih cepat dari perkiraan model tersebut. Namun, hal ini tetap dipengaruhi oleh kebijakan yang diambil pemerintah dalam upaya menekan penyebarannya dan demikian pula dalam hal penanggulangannya terhadap perekonomian di Indonesia.