Dewan Pers Terbitkan Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas

Irna

Bengkulutoday.com - Dewan Pers Menerbitkan Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas melalui Peraturan Dewan Pers Nomor 01/PERATURAN-DP/II/2021 Tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas tertanggal 8 Februari 2021.

Dalam peraturan tersebut, wartawan diberikan pilihan penggunaan kata yang seharusnya dipakai atau dihindari.

Misalnya, wartawan harus menghindari penggunaan kata "cacat' dengan menggunakan kalimat "penyandang disabilitas", juga menghindari kalimat "orang gila" dan menggantinya dengan menggunakan kalimat "orang dengan gangguan jiwa".

lampiran

"Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas ini menjadi landasan etis dan operasional bagi para wartawan, dan perusahaan pers. Penilaian akhir atas sengketa pelaksanaan pedoman ini Pemberitaan Ramah Disabilitas diselesaikan  oleh Dewan  Pers, sesuai dengan Undang-Undang  Nomor  40 Tahun 1999 tentang Pers dan Peraturan-Peraturan Dewan Pers yang berlaku," tulis peraturan tersebut.

Ketua Perkumpulan Mitra Masyarakat inklusif (MMI) dan DPD Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia ( HWDI) wilayah Bengkulu, Irna Riza menyambut baik terbitnya Peraturan Dewan Pers, Nomor 01/PERATURAN-DP/II/2021 Tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas.

"Semoga dengan peraturan Dewan Pers ini, pemberitaan media-media di Bengkulu akan ramah disabilitas," ungkap Irna.

PEDOMAN PEMBERITAAN RAMAH DISABILITAS

Setiap warga negara dijamin mendapatkan haknya untuk memperoleh akses informasi melalui pers nasional di Indonesia. Jaminan ini diberikan agar warga negara mendapatkan hak untuk menerima informasi secara adil guna peningkatan pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Tak terkecuali warga penyandang  disabilitas   memiliki  hak sama dengan warga lainnya dalam memenuhi hak mendapatkan  informasi dan akses terhadap media massa.   Pers   memiliki   peranan   memberikan   akses   bagi   penyandang disabilitas untuk mendapatkan informasi yang setara, berkeadilan dan berprinsip kemanusiaan.

Penyandang disabilitas berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2018 sebanyak 30,38 juta jiwa atau sekitar 14,2 persen. Akses berita dari dan untuk penyandang disabilitas hingga saat ini belum terpenuhi. Meskipun dari tahun 2016 sampai 2020 skor perlindungan disabilitas  meningkat,  namun  peringkat  indikator  tersebut  tetap  paling rendah dibanding indikator lain di dalam Survei Indeks Kemerdekaan Pers. Angka-angka tersebut menunjukkan perhatian pers terhadap akses dan juga isu masyarakat penyandang disabilitas ini masih sangat rendah secara nasional dan terjadi hampir di setiap provinsi.

Pedoman ini mengarahkan semua media semaksimal mungkin menggunakan aplikasi dan infrastruktur teknologi yang tersedia untuk mempermudah akses informasi bagi seluruh penyandang disabilitas. Sampai saat ini, belum ada media massa di Indonesia yang 100 persen memenuhi akses informasi untuk peyandang disabilitas.

Merujuk pada kondisi tersebut, maka komunitas pers Indonesia yang terdiri dari organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers bersepakat membuat Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas yang menjadi panduan dalam kegiatan jurnalistik di Indonesia. Wartawan Indonesia dalam karya jurnalistiknya fokus pada penyandang disabilitas yang berdaya dan menampilkan  peran serta mereka sebagai bagian dari masyarakat  secara utuh. Hal ini untuk memberikan fungsi pendidikan kepada masyarakat mengenai peran penyandang disabilitas sebagai warga negara yang ikut memberikan kontribusi dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas menjangkau semua ragam disabilitas     yang  terdiri  dari  Disabilitas  Fisik,  Disabilitas  Intelektual, 
Disabilitas Mental, Disabilitas Sensorik, dan Disabilitas Ganda. Pedoman ini diharapkan mampu mendorong dukungan negara dan pengembang teknologi guna pemenuhan akses pemberitaan dari dan untuk penyandang disabilitas dengan prinsip berkeadilan. Perusahaan pers dalam memberikan akses kepada penyandang disabilitas terhadap pemberitaan perlu mendapat dukungan negara berupa penyediaan teknologi informasi yang relevan.

Adapun Rincian Pedoman Pemberitaan  Ramah Disabilitas adalah sebagai berikut:

1. Wartawan  menuliskan  atau  menyebutkan  ragam  penyandang disabilitas berdasarkan UU No. 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas.
2.   Wartawan   menempatkan   penyandang   disabilitas   sebagai   subyek dalam pemberitaan  dengan mengedepankan  nilai kemanusiaan  dan empati.
3. Wartawan tidak melakukan stigma (labelling) dan stereotip pada penyandang disabilitas dalam melakukan aktivitas jurnalisme.
4. Wartawan  dalam  menghasilkan  produk  jurnalistik  mengenai penyandang disabilitas bersifat inklusif, utuh, dan menyeluruh.
5. Wartawan dalam melakukan aktivitas jurnalisme menggunakan terminologi yang tepat mengenai penyandang disabilitas.
6. Dalam   berinteraksi   dengan   penyandang   disabilitas   sebagai narasumber ataupun objek liputan, wartawan mengedepankan etika dan menyesuaikan diri dengan keadaan faktual.
7. Akses berita kepada penyandang disabilitas diberikan dengan menyediakan  juru bahasa isyarat, skrin pembaca,  takarir (subtitle), dan teknologi yang membantu akses informasi bagi penyandang disabilitas,  yang dilakukan  sesuai dengan kemampuan  perusahaan media.

Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas ini menjadi landasan etis dan operasional bagi para wartawan, dan perusahaan pers. Penilaian akhir atas sengketa pelaksanaan pedoman ini Pemberitaan Ramah Disabilitas diselesaikan  oleh Dewan  Pers, sesuai dengan Undang-Undang  Nomor  40 Tahun 1999 tentang Pers dan Peraturan-Peraturan Dewan Pers yang berlaku. 
Jakarta, 6 Februari 2021