Ada Tiga Catatan Mutiara Terukir di Tongkat Nabi Musa AS, Salah Satunya Tentang Pemimpin yang Tidak Adil

Tongkat Nabi Musa AS

Bengkulutoday.com - Membahas soal tongkat, ada kisah tersendiri soal tongkat. Selain dipahami sebagai sunnah para nabi, waliyullah dan para ulama, ada kisah menarik soal tongkat yang digunakan oleh Nabi Musa AS.

Dalam sebuah riwayat, diceritakan ada tiga hal yang tertulis pada ukiran tongkat Nabi Musa AS. Tiga hal itu merupakan kata mutiara yang sarat akan makna kebijakan. Tulisan kata mutiara itu adalah:

  •  كُلُّ عَالِمٍ اَلَّذِي لَمْ يَنْفَعْ بِعِلْمِهِ هُوَ وَإِبْلِيْسُ سَوَاءٌ
  •  كُلُّ غَنِيٍّ اَلَّذِي لَمْ يَنْفَعْ بِغِنَاهُ هُوَ وَقَارُوْنُ سَوَاءٌ
  •  كُلُّ فَقِيْرٍ اَلَّذِي لَمْ يَصْبِرْ عَلَى فَقْرِهِ هُوَ وَالْكَلْبُ سَوَاءٌ
  •  كُلُّ سُلْطَانٍ اَلَّذِي لَمْ يَعْدِلْ بِسُلْطَانِيَّتِهِ هُوَ وَفِرْعَوْنُ سَوَاءٌ

Artinya:

  • Setiap orang alim yang tidak memanfaatkan ilmunya dia sama saja dengan Iblis
  • Setiap orang kaya/mampu, yang tidak memanfaatkan kekayaannya/kemampuannya dia sama dengan Raja Qarun
  • Setiap orang yang fakir, yang tidak sabar dengan kefakirannya ia sama saja dengan anjing
  • Setiap sultan (penguasa) yang tidak adil dalam menjalankan kepemimpinannya, ia sama saja dengan Fir’aun.

 

 

Syekh M Nawawi Banten menceritakan bahwa panjang tongkat Nabi Musa AS mencapai sepuluh hasta. Tongkat ini bercabang dua. Tongkat ini merupakan salah satu bentuk mukjizat yang dianugerahkan Allah SWT kepada Nabi Musa AS.

Tongkat Nabi Musa AS ini tersebut di dalam Al-Qur’an. Awalnya tongkat hanya berfungsi sebagai tongkat penggembala biasa, yaitu menggiring kambing. Tetapi berkat kuasa Allah, tongkat ini memiliki banyak fungsi yang membantu Nabi Musa AS dalam menghadapi kedurhakaan umatnya.

Konon tongkat Nabi Musa AS ini dapat menyala di kegelapan. Tentu saja hal ini sangat membantu Nabi Musa AS dalam menempuh perjalanan di malam hari.

Adapun catatan bijak tersebut terukir pada tongkat Nabi Musa AS. Catatan ini mengajarkan sikap wajar bagi penguasa, kaum ulama dan cendekia, orang kaya, dan orang miskin. Catatan itu secara lengkap dikutip oleh Syekh M Nawawi Banten dalam Syarah Barzanji berikut ini:

كل سلطان لا يعدل في سلطانه هو وفرعون سواء وكل عالم لا يعمل بعلمه هو وإبليس سواء وكل غني لا ينتفع بماله هو وقارون سواء وكل فقير لا يصبر على فقره هو والكلب سواء

Artinya, “Setiap penguasa yang tidak adil dalam kekuasaannya tiada bedanya dengan Firaun. Setiap ulama dan ilmuan yang tidak mengamalkan ilmunya tiada bedanya dengan Iblis. Setiap orang kaya yang tidak bermanfaat hartanya (bagi orang lain dan dirinya) tiada bedanya dengan Qarun. Setiap orang miskin yang tidak sabar atas kemiskinannya tiada bedanya dengan anjing,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Madarijus Shu’ud ila Iktisa'il Burud, [Surabaya, Maktabah Ahmad bin Sa’ad bin Nabhan wa Auladuh: tanpa catatan tahun], halaman 33).

Semua catatan ini mendorong penguasa untuk bersikap adil, kaum terpelajar untuk tidak mengkhianati pengetahuannya, orang kaya untuk bersikap dermawan, dan orang miskin untuk bersikap sabar. Semua sikap proporsional itu diperlukan untuk menjaga kehidupan sosial dan politik yang sehat.

Sikap sabar di sini tentu saja bukan dalam pengertian pasif. Anjuran sabar itu bukan berarti menuntut orang miskin berdiam diri. Mereka yang miskin harus bergerak aktif untuk memperbaiki nasibnya di tengah kesabaran.

Yang jelas, sikap sabar di sini bermakna pengendalian diri agar tidak kalap di tengah kemiskinan. 

Nabi Musa adalah salah satu diantara rasul yang diutus Allah SWT kepada umat manusia. Beliau diutus untuk kaum Bani Israel, sebuah klan masyarakat yang tinggal di daerah Timur Tengah. Allah mengutus Nabi Musa untuk menyeru kepada kaum Bani Israel agar mereka menyembah kepada Allah tidak lagi menuhankan berhala patung dan Fir’aun.

Fir’aun adalah Raja dari Negeri Mesir yang sangat terkenal kedlalimannya. Karena tidak kekuasaannya yang kuat dan kelebihan yang diberikan kepada Allah tidak pernah sakit selama hidupnya, ia memproklamirkan diri sebagai tuhan yang harus disembah oleh seluruh Bangsa Mesir termasuk didalamnya Bani Israel. Kecongkakan Fir’aun mulai tergoyahkan ketika dia bermimpi yang menurut para ahli nujumnya mengisyaratkan akan lahirnya seorang anak lelaki dari Bani Israel yang akan membunuhnya dan mengakhiri kekuasaannya.

Kekhawatiran akan datangnya bayi itu mendorong Fir’aun untuk mengeluarkan kebijakan untuk membunuh setiap bayi laki – laki yang lahir dari klan Bani Israel. Namun, Allah menunjukkan kekuasaanNya dengan menyelamatkan bayi Musa bahkan menjadikannya sebagai anak asuh Fir’aun tanpa ia sadari bahwa bayi itulah yang selama ini dikhawatirkan kehadirannya.

Nabi Musa AS diutus dan diperkuat dengan mu’jizat berupa tongkatnya yang masyhur. Tongkat itu bisa berubah menjadi ular besar yang karenanya ular – ular saharatu Fir’aun tak berdaya menghadapinya. Tongkat itu pula yang digunakan Nabi Musa AS untuk membelah lautan dan menyelamatkannya beserta para pengikutnya dengan seizin Allah dari kejaran Fir’aun beserta tentaranya.

Baca Juga: Wali Kota Helmi Hasan Bertongkat, Katanya Sunnah Nabi, Benarkah?

(Alhafiz K/Fathoni)