8 Jenderal Digadang Pengganti Kapolri

Kapolri Jenderal Polisi Idam Azis

Bengkulutoday.com - Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan berdasar hasil penelusurannya, ada delapan nama yang berpotensi menjadi Kapolri pengganti Jenderal Idham Azis.

Dari 8 jenderal polisi tersebut, lima perwira tinggi (pati) berpangkat Komisaris Jenderal (Komjen) atau bintang tiga, serta tiga perwira tinggi yang memiliki pangkat Inspektur Jenderal (Irjen) atau bintang dua.

Lima perwira tinggi berpangkat jenderal bintang tersebut yakni:

  1. Komjen Rycko Amelza Dahniel (Kabaintelkam),
  2. Komjen Agus Andrianto (Kabaharkam),
  3. Komjen Boy Rafli Amar (Kepala BNPT),
  4. Komjen Listyo Sigit Prabowo (Kabareskrim),
  5. dan Komjen Gatot Eddy Pramono (Wakapolri).

Sementara tiga perwira tinggi berpangkat bintang dua ialah:

  1. Irjen Nana Sudjana (Kapolda Metro Jaya),
  2. Irjen Ahmad Luthfi (Kapolda Jateng),
  3. Irjen Fadhil Imran (Kapolda Jatim).

Menurut Ketua Presidium IPW Neta S Pane, kekuatan delapan bakal calon orang nomor satu di Korps Bhayangkara itu berimbang.

"Dari pantauan hingga awal Agustus ini, kekuatan kedelapan calon itu berimbang," kata Neta seperti dilansir dari Fajar.co id, Rabu (12/8).

Neta menjelaskan kedelapan nama bakal calon Kapolri yang dipublikasikan IPW itu adalah hasil penelusuran di internal Polri. Artinya, kata Neta, kedelapan nama itu sering disebut-sebut sebagai figur yang pantas menjadi calon Tri Brata 1 atau TB 1.

Menurut Neta, mereka tentu punya kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, kata dia, biasa-biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Begitu juga kekurangannya, relatif dan normatif karena setiap figur punya kelebihan dan kekurangan. "Itu sangat manusiawi," tegas Neta.

Dia menegaskan, untuk peluangnya tentu ada pada hak prerogatif presiden. Menurutnya pula, soal peluang siapa yang akan menjadi Kapolri dari kedelapan figur itu baru bisa terbaca sebulan menjelang pergantian. Namun, Neta mengungkap, bersamaan dengan maraknya bursa calon Kapolri, muncul tiga isu yang menjadi bahasan di kalangan elite pemerintahan, terutama di internal Polri.

Pertama, berkembangnya isu bahwa masa jabatan Kapolri Idham Azis akan diperpanjang setahun. Menurut Neta, isu ini berkembang meski tidak realistis dan melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

Sebab, Neta menjelaskan, dalam UU itu, perwira Polri yang bisa diperpanjang masa pensiunnya adalah yang memiliki keahlian khusus, terutama forensik. "Jabatan Kapolri bukan sebuah keahlian tetapi jabatan politik," kata Neta.

Kedua, lanjut Neta, muncul isu calon kuat TB 1 adalah dari jenderal bintang dua (Irjen) yang akan naik jadi Komjen menjelang pengangkatan sebagai Kapolri.

"Kebetulan menjelang akhir tahun ada dua posisi jenderal bintang tiga yang pensiun, yakni Sestama Lemhanas dan kepala BNN," ujarnya.

Nah, Neta menjelaskan, untuk figur bintang dua yang akan jadi Kapolri ini ramai disebut sebut adalah Kapolda Metro Jaya Irjen Nana. "(Irjen Nana) pernah menjadi Kapolresta Solo saat Jokowi menjadi wali kota Solo," kata Neta.

Ketiga, Neta mengungkap bahwa belakangan muncul isu pergantian Kapolri akan terjadi akhir Agustus 2020. "Tepatnya, setelah pergantian Panglima TNI dan reshuffle kabinet," kata penulis buku "Jangan Bosan Kritik Polisi" itu.

Menurut Neta, isu suksesi Polri di akhir Agustus ini menimbulkan polemik dan pertanyaan yakni apa mungkin. Namun, Jokowi pernah melakukan pergantian Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo padahal masa pensiunnya lima bulan lagi. "Dan tidak ada masalah," tegasnya.

Lebih lanjut Neta mengatakan terlepas dari isu tersebut, bursa calon Kapolri kali ini sangat menarik dicermati. Sebab bursa calon Kapolri diwarnai berbagai angkatan, mulai Akpol 1988 ada empat orang, Akpol 1989 satu orang, dan Akpol 1991 dua orang, serta satu figur dari non-Akpol.

"Selain itu bursa ini diwarnai tiga figur mantan Kapolres Solo atau "Geng Solo" yang sangat dekat dengan Jokowi. Apakah "Geng Solo" yang akan terpilih memimpin Polri, kita tunggu saja," pungkas mantan wartawan itu. (jpnn/fajar)