3 Dampak Ekonomi Global Utama Covid-19

Ilustrasi

Bengkulutoday.com - Kasus terkonfirmasi COVID 19 yang pertama kali hadir di Cina pada akhir tahun lalu, sekarang melebihi 3 juta per 4 Mei 2020 dan masih bisa meningkat jumlahnya dalam beberapa bulan ke depan. Semakin banyaknya kasus yang terjadi di seluruh belahan dunia, investor mulai berhati-hati dalam menanamkan uang mereka  dalam pasar keuangan. Terlebih melihat putusnya rantai logistik dan bisnis secara keseluruhan. Ketidakpastian ini menghasilkan volatilitas pasar saham yang semakin tinggi, tertinggi dalam sejarah krisis finansial global.

Apa Dampak Covid-19 Terhadap Ekonomi Global?

Pemerintah memiliki faktor penting dalam pencegahan penyebaran virus ini. Dan bagaimana pemerintah bisa membantu ekonomi lewat insentif atau pun kebijakan publik lainnya.

Indikasi awal dari dampak COVID 19 terhadap ekonomi Cina lebih buruk dibandingkan prediksi awal. Dimana manufaktur sangat bergantung dari ketersediaan pasar. Sedangkan ekspor turun sebesar 17,2% selama Januari dan Februari. Walaupun dengan industri yang melambat, ada kabar baik lewat rendahnya polusi dan kemacetan di perkotaan. Tidak hanya Cina, berdasarkan laporan, prediksi pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi melambat, seperti dilansir Economic Co-operation and Development (OECD)  dimana COVID 19 akan mengurangi pertumbuhan GDP untuk tahun ini dari 2,9% menjadi 2,4%. Bahkan bisa turun dibawah 0% jika pandemi ini terus berlanjut.

Selain Cina, negara-negara yang terkoneksi dengan Cina seperti Korea Selatan, Australia dan Jepang, sampai Eropa pun akan mengalami penurunan signifikan. Ini disebabkan faktor manufaktur yang diprakarsai Cina terputus dan UN memprediksi jalur investasi asing bisa jatuh antara 5% sampai 15%.

Berikut tiga dampak ekonomi global utama dari COVID 19 di seluruh dunia.

Pariwisata

Sektor pariwisata menjadi paling terdampak lewat aturan social distancing dan work from home. Berdasarkan laporan, COVID 19 merugikan maskapai penerbangan sampai ratusan triliunan Rupiah pada 2020 saja. Belum lagi bioskop dan industri film yang merugi sampai 75 triliun dari tiket penjualan.

Ada banyak hotel yang akhirnya tutup karena kurangnya pelanggan yang menggunakan jasa mereka. Padahal ada banyak diskon yang ditawarkan pada Maret, namun kebijakan pemerintah yang pada akhirnya menutup banyak jalur moda transportasi, memaksa masyarakat untuk tetap di rumah dan industri pariwisata menjadi terputus sampai saat ini.

Sektor Energi

Tidak ayal, dengan rendahnya industri semasa COVID 19 yang terdampak di seluruh dunia, harga minyak dunia turun drastis ke USD 18 per barel.

Maret lalu, anggota OPEC akhirnya setuju untuk memangkas jumlah produksi demi mengurangi jatuhnya harga minyak. Sekitar 1,5 juta barel minyak per hari dipangkas menyiasati penyebaran COVID 19. Namun Rusia yang tidak setuju dengan perjanjian ini, tetap mengebor minyak dalam jumlah normal.

Pada akhirnya kesepakatan ini pupus, sampai Arab Saudi memangkas harga dan meningkatkan produksi minyak mereka. Secara langsung, Rusia terdampak karena harga minyak mentah yang jatuh lebih dari 20% dalam sehari. Nominal tertinggi sejak 1991, dengan banyak analis yang memprediksi penurunan lebih lanjut. Perang harga antara Arab Saudi dan Rusia mengirimkan sinyal permintaan perdamaian dari dunia dalam respon pandemi COVID 19, terutama bagi Arab Saudi sebagai presiden G20 saat ini.

Dengan jatuhnya harga minyak, investasi dan produksi minyak mentah akan terbatas. Jika pandemi berlanjut dalam waktu yang lama, bisa saja mengakibatkan kebangkrutan bagi manufaktur tingkat menengah.

Lebih lanjut, perusahaan energi biasanya mengambil porsi sekitar 12% dari pasar saham. Dan ini bisa berakibat pada jatuhnya index saham gabungan dari banyak negara di dunia. Padahal dengan turunnya minyak, negara-negara impor minyak bisa diuntungkan, namun dengan pandemi COVID 19 ini mengakibatkan melambatnya industri dan resiko lebih tinggi jika tetap dijalankan seperti biasa.

Pasar Keuangan

Ketakutan akan penyebaran lebih lanjut dan dampaknya pada ekonomi akhirnya menyelimuti pasar keuangan sejak Februari. Ini tercermin dari penurunan investasi dalam bidang usaha, tampak dari penurunan IHSG secara tajam dari 6.000 ke 4.600 hari ini. Selain itu tampak dana investasi malah dialihkan ke komoditas dan logam mulia. Seperti harga emas yang mengalami peningkatan dari 718.000 menjadi 861.000 per 4 Mei 2020.

Respon dari banyak negara terhadap penurunan industri keuangan adalah dengan dikeluarkannya kebijakan insentif dan penghapusan pajak bagi usaha seperti yang diterapkan di Indonesia.

Walaupun peneliti sejauh ini tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang virus ini, ketidakpastian menjadi kendala yang jika dihitung maka resiko investasi dan bisnis menjadi sangat tinggi. Oleh karena itu kebijakan dan insentif dari pemerintah menjadi sangat ditunggu untuk bisa membatasi penyebaran virus dan memberikan kepastian bagi investor agar resiko industri keuangan bisa ditekan dan krisis ekonomi bisa cepat berlalu.